"Jadi... Alvin..." desisnya berulang. Tergagap tak percaya.
Bukan apa-apa. Ia hanya tak ingin kedua sahabatnya kembali berurusan dengan konflik yang sama namun pada gadis yang berbeda. Ray berlari kecil menyusul Alvin. Berharap kenyataannya tak seperti yang difikirkannya.
Berlari kecil sepertinya tak cukup untuk mengejar Alvin -dengan langkah panjangnya-. Ray pun akhirnya berlari tergesa, sehingga tak melihat lagi apa yang menghadang di hadapannya.
"Fy! Minggir!!!!" teriak Ray ketika melihat sosok Ify sedang membawa botol mineralnya.
Ify tentu terkejut sehingga tak dapat menghindari Ray.
"AH!" kata keduanya hampir bersamaan.
Tak dinyana, mereka bertabrakan dan jatuh bersisian. "ih Rayyyy lo paan sih lari-lari di koridor sekolah? Ck" dumel Ify.
Kalau di komik, saat ini pasti bohlam 10 watt sedang muncul di atas rambut Ray. Yeah. Ide bagus! Gumamnya dalam hati.
"Fy! Kebetulan. Gue mau nyari Alvin! Elo tau ga? Tadi dia ke kelas lo tau!"
Ify tersentak. Alvin? Ke kelasnya? Bukannya... "kelas gue olah raga, kak. Cuma ada Shilla di dalem. Lagian ngapain kak Alvin ke kelas gue?"
Ray menghela nafas. "gue ga tau. Tar lo tanya-tanya sama dia. Gue juga mau tanya-tanya sama Alvin. Terus kalo uda tau kasitau gue ya, Fy. Lo tau pin gue kan?"
Ify mengernyit. Lalu menggeleng. "gue pake Iphone. Gapake bb" katanya sambil menatap mata pemuda itu dalam-dalam.
Ray tertawa geli. Lalu membalas pandangan Ify sehingga tatapan mereka bertabrakan satu sama lain. "hehe iyaya. Tar dm twitter aja. Thankyou, Fy" katanya sembari tersenyum lalu langsung berlari mengejar sahabatnya.
Ify masih tertegun dengan sosok yang membuat dadanya berdegup kencang tadi. Tak ada hujan, apalagi petir. Tiba-tiba saja sosok itu menghampirinya bak lebah mencari nektar. Ia teringat dengan kata-katanya tadi. Eh? Shilla ya? Ia buru-buru berbalik ke kelasnya. Menjalankan perintah -bukan sih- Ray tadi.
Sedangkan Ray? Pemuda itu masih menelusuri pojok-pojok sekolah tempat Alvin biasanya ditemukan.
"bro, sini! Gue mau ngomong!" kata Ray setelah mendapati sosok Alvin yang sedang berbincang dengan salah satu teman sekelasnya.
"apa?"
"sini!!" tarik Ray paksa.
"slow, man! Kenapa sih?" Alvin mengerutkan dahinya.
"elo. Ngapain. Ke. X3. Tadi?" katanya perlahan.
Alvin tersentak. Tadi Ray melihatnya. Mati lah.
Alvin berusaha menutupi ketegangannya. Tak ingin berbohong. Namun... "nyari anak X3. Katanya masih olahraga. Jadi gue keluar" celoteh Alvin sekenanya.
Ray menajamkan tatapannya. "iya? Yakin ga ada hubungannya sama si yang ditaksir Cakka? Si Shilla Shilla itu?"
Alvin menghela nafasnya pelan. "engga. Emangnya Cakka naksir Shilla gitu?" katanya mengernyit.
"hhh oke. Kayanya gitu, Vin. Sorry man tadi gue kalap. Gue ga mau lo berdua kaya waktu itu" ucapnya melemah.
Alvin mengangguk. "gue ga akan ganggu kok, Ray. Ada cewek lain yang harus gue taklukin" 'lagian... Shilla kan adek gue. Ga mungkin lah' tambahnya dalam hati. Ia teringat pada gadis yang muncul di taman pemakan keluarga Sivia itu.
Ray menaikkan alisnya. "cieeeeeeee siapasiapa?? Lah lo berdua pada ada kecengan. Nah gue??????" teriaknya -sok- dramatis. Membuat suasana disekitarnya hening sejenak.
*
Alvin masih mendribble bola basket hitam itu. 12.10. Bel istirahat belum mengaung. Sepertinya, pelajaran Sejarah tengah berlangsung. Sejak setengah jam yang lalu ia berada di lapangan indoor ini. Namun, kedua sahabatnya tak ikut serta disitu.
"kayanya gue pernah liat tu cewek" katanya pelan masih sambil mendribble bola basketnya.
"anak Superior juga kayanya. Gue sering liat kok" ucapnya lebih pelan dari yang tadi.
Ia melakukan lay up simple, kemudian menembakkan bolanya ke ring. Masuk!
"lo kesini ga ngajak-ngajak sih, Vin?" protes Cakka ketika melihat sahabatnya sedang menyendiri.
Alvin cengengesan. "lo berdua tuh yang ngilang entah kemana. Gue mah pasti kesini kali. Cakk, bolanya, cakk" katanya sembari mengulurkan tangannya ke arah pemuda itu.
Cakka melempar bolanya lalu ikut bermain bersama Alvin. Ray pun begitu. Tiba-tiba bell istirahat mulai mengeluarkan suaranya. Alvin mendengus.
"ga jadi deh. Males gue. Ga mood. Lo berdua deh nih" katanya sambil melempar bola basket hitamnya.
Alvin memang seperti itu. Menjadi 'most wanted' tak semudah kelihatannya. Ia paling malas apabila beberapa orang mulai mendekatinya dan berlaku baik padanya.
"baik dikit kek sama fans, Vin. Biarin mereka liat elo main" kata Ray sembari mengerutkan dahinya.
Alvin lagi-lagi melengos. Baru saja ia mau berubah fikiran, tapi beberapa gadis sudah memasuki lapangan indoor ini. Terdengar desisan "eh itu ada kak Alvin!" atau "eh Alvin main! Sumpah jarang nih! Ganteng banget gila".
"kasih gue" katanya singkat.
Cakka dan Ray terperangah. Alvin... Kembali? Ia jarang sekali bermain basket saat istirahat seperti ini. Alasannya? Hanya empat huruf. Satu kata. Satu silabel pula. Fans.
Alvin mendribble bola dengan coolnya. Lalu menembakkan bolanya dari samping. Peluhnya terjatuh. Ia melompat dan.... Masuk!
"aaaaaaaaa keren sumpah!" teriak seseorang yang menontonnya.
Alvin meraih bola itu kembali. Ia tersenyum simpul pada 2 sahabatnya. Ia tau. Mereka berdua pasti masih ternganga.
Alvin pun sesungguhnya tak tahu apa yang ia fikirkan. Sejak kepergian Sivia, ia jarang 'show off' seperti ini. Apa karena gadis itu? Yeah! Tiba-tiba ide cemerlang singgah ke otaknya. Dengan ketenarannya, ia akan lebih mudah menemukan gadis itu, bukan?
Alvin kembali menyadarkan kedua sahabatnya itu.
"ayo main!" ajaknya sembari memberikan bola basket itu ke pelukan Cakka.
Alvin kembali tersenyum. Astaga, riuh jeritan penonton kembali terdengar.
"alviiiinnn lo cool banget sih!!!" lengkingan itu terdengar keras. Semua orang langsung menoleh ke sumber suara. Zevana.
Ia tak peduli. Ditatap beberapa puluh orang yang menonton pun, ia tak peduli. Reaksi mereka seperti acuh tak acuh saat mengetahui bahwa pemilik suara tersebut adalah Zevana, salah satu personil the Dangerous.
Alvin pun sepertinya tak peduli. Ia masih terus beraksi bersama Cakka dan Ray di lapangan.
*
Shilla masih berusaha menceritakannya satu per satu. Setelah dipotong beberapa jam pelajaran tadi, ia pun melanjutkan menceritakannya. Ia menggunakkan ke-cool-an Alvin sebagai alibi.
"tadi dia cuma dateng, ngeliatin kelas, terus pergi, Fy!! Tau deh gue. Dianya ga ngomong apa-apa. Sok cool banget sih. Lo kok ga percaya banget sih, Fyyy?" kata gadis itu. Sesungguhnya ia masih bingung. Mengapa sahabatnya ini mengetahui keberadan Alvin dikelasnya tadi?
Ify hanya mengangguk. Lalu menolehkan kepalanya ke jendela. Lalu menghela nafasnya. Tiba-tiba datanglah seorang teman sekelasnya. Sepertinya terburu-buru.
"lo kenapa, Ra?" tanya Ify kemudian.
"kak Alvin show off. Gue mau ngambil bb. Mau mengabadikannya" katanya sambil mengotak-atik blackberry ditangannya. "yaudah. Gue ke indoor basket dulu ya Fy, Shill" katanya lagi lalu keluar setengah berlari.
Shilla mengerutkan dahinya. "Show off? Emang dia artis ya?" tanyanya tanpa dosa yang kontan membuat Ify terbahak.
"lo tuh lucu banget sih? Hey, kak Alvin itu penguasa. Selain itu tampangnya juga... Lumayan lahh" Ify memiringkan bibirnya. Shilla masih terbahak dalam hatinya. Lumayan? Akhirnya ada juga yang tidak mengakui ketampanan kakaknya.
"kak Alvin udah setengah tahunan ga keliatan main basket. Jadi yaa show offnya itu yaa main basket. Lo mau liat?" tanya Ify kemudian.
Shilla masih tertawa geli. Show off? Ada ada aja, batinnya.
"boleh deh"
*
"Alviiiinnn waaaaaa Alviiiinn!!!!!" gemuruh teriakan semakin kental terasa. Peluh Alvin tak henti-hentinya mengalir dari pelipisnya. Ia kemudian menyeka gumpalan keringat itu.
Ray menggeleng. "bro, fans lo buset banget dah! Salut gue" katanya sambil menepuk pundak Alvin. Alvin hanya menyeringai.
Alvin kembali meraih bola yang Cakka lemparkan. Ia melemparkan pandangannya ke seluruh penjuru gedung ini. Ditemukannya sosok gadis yang -sepertinya- dicarinya. Yang ia temui di tempat keramat itu.
Ia mengerutkan dahinya. Ia seperti mengenal sosok disebelah gadis itu. Namun gadis itu memalingkan pandangannya ke sisi lain gedung ini sehingga hanya rambut panjangnya yang nampak. Tiba-tiba Cakka merebut bola di tangan Alvin. Tentu saja Alvin langsung berlari mengejar Cakka. Terlupakanlah gadis berambut panjang itu.
"ternyata kak Alvin cool juga ya" desis gadis disamping gadis berambut panjang itu diam-diam dalam hatinya.
*
Mobil Ify sudah meninggalkan gerbang Superior High School. Itu tandanya Shilla harus pulang sendiri -lagi-. Tak ada lagi Ozy karena Shilla tau kakak sepupunya itu sedang mengurusi beasiswanya ke universitas ternama di Indonesia. Jadi... Tak ada pilihan. Ia harus pulang sendiri.
Seiring berjalannya Shilla, terdengar lagi umpatan-umpatan kasar itu. Yeah. Gabriel dan Cakka -lagi-. Kali ini, mereka lebih frontal karena melakukan adegan tonjok-menonjok tepat di depan jalan utama menuju Superior High School.
Shilla berdecak keras. Mengapa orang-orang yang mengerubungi kedua orang ini tak juga menghentikan perkelahian ini?
Shilla berusaha menerobos kerumunan itu. Ia melihat kucuran darah Gabriel yang keluar dari ujung bibirnya. Sedangkan Cakka? Terlihat memar di pelipisnya.
Gabriel menyadari kehadiran Shilla. Ia mendorong jauh-jauh tubuh Cakka lalu berusaha berdiri. Shilla mengernyit.
Gabriel kembali melimpahkan senyum menawannya pada gadis ini. Semua cewek yang mengerumuninya -hampir- meleleh melihatnya. "sorry udah nunggu lama ya?" katanya singkat sambil menyeka darah di ujung bibirnya.
Shilla mengerutkan dahinya. Astaga. Ia baru ingat. Tadi Gabriel berkata bahwa ia akan menjemputnya.
Shilla tersenyum miris lalu keluar dari kerumunan. "gue lupa hehe. Lain kali ga usah deh. Daripada bonyok kaya gini lagi"
Kerumunan itu pergi satu per satu sehingga ada celah bagi Cakka untuk melihat apa yang mereka lakukan dengan leluasa.
"ga papa kok" kata Gabriel sembari tersenyum. Ia menghidupkan mesin motornya lalu meminta Shilla untuk naik. Dan setelah itu, mereka pergi begitu saja.
"sial!! Sial!! Sial!!" teriaknya sembari bangkit dan menuju ke tempat dimana motornya berteduh. Alvin dan Ray muncul kemudian lalu menghentikan kendaraan masing-masing.
Mereka sama-sama bingung. "lo berantem lagi sama Gabriel?" tanya Alvin sambil menyentuh pelipis Cakka yang kemudian ditepisnya.
"hm. Dia bawa Shilla lagi" katanya singkat lalu menderu motornya ke jalan aspal dengan kecepatan yang cukup.... Membahayakan.
"CAKKA!!!! CAKK!!!!" teriak Ray kalut.
Ray mencoba menahan Cakka. Tapi ia tak mampu.
"Cakka ga bakal ngebunuh anak orang kan, Vin?" tanyanya masih dengan nafas yang memburu.
Alvin hanya mengangkat bahunya. "tunggu cerita dia besok aja, Ray"
*
Sesungguhnya gadis itu masih takut. Kejadian tadi menyadarkannya bahwa perkataan kakaknya memang benar adanya. Ia harus memilih salah satu. Namun ia kan tak memiliki hubungan apapun pada keduanya. Entahlah. Shilla masih bingung.
"Shill, temenin gue makan ya, please" pinta Gabriel dengan nada memohon termelas yang ia miliki.
"ga ah. Males, Gab"
"lo rela liat gue kelaperan, Shill? Lagian tempat tadi pagi itu masih jauh. Kalo gue tiba-tiba pingsan gimana? Kan lo juga yang bahaya"
Shilla berfikir sejenak. Tapi tetap menggeleng. "ga deh. Emang tadi lo ga makan apa?" tanyanya agak sedikit kesal.
Gabriel menggeleng pelan. "dari tadi pagi, Shill. Please ya. Temenin aja deh"
"yaampun itu sih elonya. Lagian bentar lagi nyampe kok. Elo makan aja. Gue pulang sendiri" elak Shilla lagi.
"yah. Nanti gue kaya orang bego dong sendirian. Temenin aja. Lo ga ikut makan ga papa"
Shilla mendengus. "emang ngefek ya kalo ada gue? Yaudah elo makan aja. Katanya laper? Gue pulang"
"atau... Gue anter lo sampe ke rumah lo aja. Terus lo kasih makan ke gue. Itung-itung balas budi gue jemput gitu" kata Gabriel lagi sambil mengangkat penutup wajah helmnya.
Shilla mendengus kesal. "hihhhhhh. Iyadeh gue temenin. Bentar aja tapi" katanya. Daripada pemuda itu ke rumahnya? Mungkin akan ada perang dunia ke 3 apabila Gabriel benar-benar bertemu kakaknya. Lagipula, Shilla belum membocorkan ke siapapun -kecuali Ozy- tentang statusnya selama ini.
Akhirnya, Gabriel tersenyum puas. Ia lalu menepikan motornya ke sebuah rumah makan. Seperti yang sudah dikatakan, Shilla hanya memandangi Gabriel yang sedang menyantap makanannya. Desiran itu... Muncul kembali.
Pemuda di seberang terus menajamkan tatapannya. Gadis itu... Harus jadi miliknya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 speeches:
Post a Comment