Wednesday, August 3, 2011

part 7

"kak Alviiiiiinnn!!"

Ozy tak berkutik mendengar lengkingan suara Shilla ini. Ia hanya mendekatkan diri ke gadis itu, lalu bertanya. "paan, Shill? Alvin kenapa?"

Shilla mengulum bibirnya. Menunjukkan layar blackberrynya ke hadapan mata Ozy.

1 detik..
2 detik..
3 detik..

"hahahahhahaahahahahahahahahahaha" Ozy terkekeh lalu merampas blackberry adik sepupunya ini. 'gila gila gila' desahnya sembari menggelengkan kepalanya.

"ini Alvin yang buat?"

"lo kira gue mau gitu nulis-nulis hal ajaib kaya gitu? Ck! Siniin bb gue! Mau klarifikasi!"

Ashillazhrtiara : YANG BUAT TADI ITU KAKAK GUA WOY! SI AJS AMPUN BANGET DAH. ABAIKAN YANG TADI YA!

Shilla mendesah lalu masuk ke kamarnya. Sementara Ozy? Masih memegang perutnya. Menahan sakit dikarenakan tertawa terpingkal tadi.

*
'elo ngetweet apa, Shill? Kok PH heboh? Nyebut2 nama gue gt'

Dari Rio. Shilla benar-benar ingin membanting bbnya saat ini.

'ITU KAKAK GUA YG NULIS! LO LIAT SNDR DEH! CK!'

Hampir habis kesabarannya. Terserah elo deh, Yo. Gue pusing. Teriaknya sekuat-kuatnya dalam hati.

*
Alvin masih melajukan teriosnya di jalan aspal. Ia masih terus-terusan berfikir tentang gadis berwajah tirus yang tadi dilihatnya. Dia siapa?

Ia tak dapat menyingkirkan prasangka-prasangka serta terkaan-terkaannya. Sepertinya, gadis itu tak asing baginya. Lalu apa kaitannya dia dengan taman pemakaman ini? Alvin menghela nafas kuat-kuat.

Desiran darah didadanya terasa lebih cepat. Adakah yang tak biasa disini? Tentu. Hatinya. Gadis berwajah tirus itu seperti memancarkan aura -yang hampir sama- seperti kekasihnya, Sivia. Entah mengapa, Alvin merasa gadis itu memberikan suatu teka-teki yang -ia rasa- harus dipecahkannya. Akankah Alvin merasakan hal yang sama seperti Cakka -pada Shilla- kepada gadis itu?

*
'astaga. Itu kakak gue yang buat. Kmrn sore dia minjem mac gue. Elo apa banget sih yo-_- gapercaya bgt'

Shilla kesal. Tak henti-hentinya ia berkata demikian pada Rio. Gara-gara tweet yang Alvin buat kemarin, banyak orang yang salah sangka. Sebagian besar berfikir bahwa ada sesuatu dibalik tweet Shilla itu a.k.a hubungannya dengan Rio.

Sedangkan Rio? Mendadak jatuhnya berbagai bunga bak hujan di dalam dadanya. Senyum tak henti-hentinya terpancar dari wajahnya. 'ga mungkin ga ada apa-apa' desisnya pelan. Fakta kecil ini sangat menaikkan taraf kedekatannya dengan Shilla. Ia tak peduli apabila orang meneriakinya terlalu-percaya-diri.

Shilla tak ingin menindaklanjuti masalah ini. Yang ada di benaknya adalah... Alvin harus bertanggung jawab!

"Shill, mau bawa bb kesekolah lagi?" tanya seseorang sembari menepuknya dari samping.

Shilla menoleh ke arah orang itu. Namun kemudian melengos. "kak, makasih banget udah buat gue kemaren jadi bahan pembicaraan anak-anak PH. Makasihhhhhh" katanya masih menahan emosi yang melonjak-lonjak di lubuk hatinya.

Alvin hanya meringis. "sorry, gue ga maksud gitu. Gue ga tau kalo responnya bakal separah itu"

"terserah lo deh"

Shilla membanting sandwich yoghurt nuggetnya. Ia mengaitkan tas selempang ke bahunya, lalu beranjak dari ruang makan. Alvin menatapnya lekat-lekat.

Sekrusial itukah nama 'Mario Stevano Aditya Haling' bagi adiknya ini? Ia tak mengerti. Tak mengerti apapun tentang itu. Yang ia tahu, Mario Stevano Aditya Haling adalah anak tunggal dari keluarga Haling yang akan mewarisi seluruh perusahaan Haling coorperation yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Hampir sama dengan keluarganya. Lalu... Keluarga Haling dan Sindhunata adalah 2 dari 10 keluarga terkaya di Indonesia sehingga hubungan mereka terjalin dengan baik.

Ozy hanya berdecak melihat kakak beradik yang bertengkar ini. "kejer dulu adek lo. Tar gue jelasin apapun yang pingin lo tau" katanya sembari menaikkan sebelah alisnya.

Tanpa fikir panjang lagi, Alvin langsung mengambil tas dan kunci teriosnya. "thanks" katanya singkat lalu setengah berlari menuju garasi-super-besarnya.

Beberapa menit kemudian, setelah berhasil dengan sentosa menyusul adiknya -yang kebetulan belum jauh- ini, ia langsung memberhentikan teriosnya tepat di depan gadis itu. Tentu saja, ia tersentak.

"maafin gue dong, Shill"

"lo kira enak jadi gue? Gitu? Ck"

"gue yang klarikasiin ke mereka deh. Plisssss. Jangan marah" katanya lagi dengan nada melemah.

"telat abis. Ckck. Udah kesebar kali di PH"

Alvin kian menunduk. "maaf"

Shilla menghela nafas. "oke. Kalo lo bisa buat orang-orang ga nyerang gue dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Rio, baru gue maafin. Lo tau ga? Ada majalah bisnis yang mengintrogasi gue di twitter. Ck. Tau capek ga?"

"oke! Tapi jangan kaya gini dong Shill. Ga enak tau marahan sama lo. Masalah pihak majalah itu, biar gue yang urus" katanya tegas.

Shilla mengangguk. Jujur, ia juga tak tahan bermarahan ria dengan kakaknya ini. Alvin tersenyum simpul.

'drrrtt drrrtt'

'Shilla maafff. Gue hari ini sama supir. Mau ada urusan. Sorryy:( elo bisa naik busway sendiri, kan? Plisplis maafin:('

Yeah. Ify. Shilla memajukan bibirnya ketika membaca pesan singkat dari Ify sedikit demi sedikit. Setelah itu, ia memainkan ponsel -biasanya- dengan telapak tangan dan jari-jarinya.

"bawa hape itu? Bb lo bawa ga?" tanyanya sembari mengernyit.

"bawa. Gue silent se silent-silentnya. Kalo elo bbm terus ga gue bales sorry ya. Gue ga mau keganggu mental dan fikiran kaya kemaren. Apa?!! Mau nanya-nanya?!! Jangan sekarang bisa?! Ify ga bareng gue. Minggir! Gue bisa telat nih!"

Alvin melongo. "astaga Shill. Inget nafas woy!!" katanya kemudian.

"hhh iye... Hhh minggir minggir!!!" katanya sedikit memerintah kakaknya untuk singgah dari hadapannya.

"ify... Temen cewek lo itu? Dia ga bareng elo?" tanyanya lagi dengan nada yang sulit diartikan. Penasaran? Atau... Kecewa? Ah tidak.

"engga. Katanya sama supir. Kakaaakk minggirrr" katanya lagi.

"eee iyaiya. Lo.... Ga mau sama gue aja?"

Shilla melotot. "jangan buat gue tambah susah deh kak. Haha yaudah. Bye"

Shilla berjalan menjauh dari Alvin. Kakaknya itu segera masuk ke mobilnya, lalu memasuki gang yang tak begitu besar. Tak seperti Shilla yang keluar dari gerbang utama perumahannya, Alvin lebih memilih gerbang barat. Selain lebih dekat, ia juga tak ingin didera kemacetan ibu kota.

*
Pemuda itu melihat sesosok gadis yang tengah jenuh. Menunggu sepertinya.

Emm 6.35. 25 menit lagi masuk. Apabila gadis itu tetap menunggu, mungkin ia akan terlambat. Terbersit suatu ide gila itu. Namun pemuda itu menggeleng sekejap. Kali ini bukan karena dendam itu. Tapi karena rasa yang hadir tanpa diundang disini. Di hati.

"hai, Shill" sapanya ramah.

"eh, Gab" ia tersenyum kemudian menunggu lagi.

"elo mau nunggu sampe kapan? Angkot ga lewat-lewat tau, Shill" katanya sembari mengangkat kaca penutup wajah yang tertera di helm fullfacenya.

Shilla meringis. Memang. Sudah lebih dari 10 menit. Namun kendaraan sejuta umat itu tak kunjung datang.

"ada kecelakaan disana. Mungkin jalannya di alihkan. Lo biasanya nunggu disini?" tanyanya disertai senyuman menawannya.

"iya Gab. Biasanya sama Ify. Tapi hari ini dia sama supir" jelasnya.

"oh. Rumah Ify deket sama rumah lo gitu?"

Shilla menggeleng. "gue nyusul dia. Terus kita nunggu disini bareng-bareng. Yaahh gitu deh"

"mau bareng sama gue ngga?" tanyanya to the point.

Shilla menggigit bibirnya. Mau ditolak, tapi dia telat atau... Diterima tapi... Ah. Daripada telat. "emm, iya deh Gab. Sorry ya ngerepotin elo jadinya" Shilla menghela nafas lalu menaiki cagiva Gabriel.

Gabriel menoleh ke belakang. "Shill, lo mau duduk nyamping gitu?" tanyanya sembari mengerutkan dahinya.

Shilla tak menjawab. Ia bingung. "eee emang kenapa?"

Gabriel tertawa pelan. "nanti lo jatoh. Kalo duduknya miring kan motor gue jadi ga seimbang"

"ga papa deh Gab"

"buat elo itu ga papa. Tapi buat gue itu kenapa-napa. Please Shill. Ubah posisi lo ya? Lagian kaya emak-emak tau!"

Shilla mendengus kesal. Gabriel ini!!!!! Tapi sebenarnya, ia juga takut. Ia tak pernah dibonceng dengan posisi miring seperti itu.

Ia pun menurut. Gabriel tersenyum puas. "pegangan dong, Shill. Waktu mepet nih. Gue kalo bawa motor suka ga sadar"

Shilla bergidik. "tapi aman kok kalo lo mau pegangan" katanya lagi menyeringai.

"ke jaket gue aja kalo ga mau pegangan pinggang gue"

Gadis itu menurut. Ia pun mengulurkan tangannya ke untaian jaket Gabriel. Pemuda itu tertegun. Tiba-tiba jantungnya berdebar. Kencang. Seperti ada gemuruh yang membahana. Namun gemuruh itu teramat meneduhkan.

Ternyata bukan hanya Gabriel. Gadis itu pun merasakan hal yang sama. Shilla menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya.

"gausah salting gitu kali, Shill"

Hey! Pemuda itu berkata apa? Salting? Shilla reflek mencubit pinggang Gabriel -walaupun sesungguhnya pipinya benar-benar merona-. "lo tuh!!!"

*
Cakka menajamkan pandangannya. Seakan berkata mau-apa-lo-kesini.

Ia tau benar. Walaupun ditutupi dengan helm fullface, namun sorot tajam pemuda itu terasa sampai ke bola bening miliknya. Itu Gabriel. Gabriel sengaja berbuat itu. Menurunkan gadis itu tepat di hamparan mata Cakka. Cakka yang tadinya sedang bermain-main dengan bola basketnya, kini terperangah dengan kelakuan 2 makhluk dihadapannya ini.

"gue pergi ya Shill. Daripada bonyok sama si Cakka lagi. Hehe"

Shilla kembali mengangguk. Gabriel segera menghidupkan mesin cagivanya lalu berlalu.

30 detik. Cukup bagi Gabriel untuk membuat Cakka gusar. Ia memang tak ingin menyakiti hati calon Gadisnya ini. Namun ia juga tak ingin melewatkan kesempatan balas dendam. Jadi bisa dikatakan, sambil menyelam, minum air, menangkap ikan pula.

Cakka masih geram dengan kelakuan rival sejatinya ini.

"dia ngapain lagi?" tanyanya tiba-tiba kepada Shilla. Mengapa selalu tiba-tiba sih, gumam Shilla. Mungkin apabila Cakka menyapanya dengan tiba-tiba sekali lagi, ia akan mendapatkan sebuah piring cantik.

Shilla terdiam. Bukannya tadi Gabriel mengantarkannya ke sekolah? Butakah kakak kelasnya ini sehingga ia tak tahu apa yang Gabriel lakukan tadi?

"dia nganter elo?" akhirnya. 'kalo udah tau, kenapa harus nanya sih' batinnya.

Shilla mengangguk takut. "tadi saya ketemu dia pas mau nyari..."

Cakka menghela nafas. Membuat Shilla menghentikan kata-katanya. "lo tau siapa dia? Anak London School, tau! Rival sekolah kita" katanya semakin menajamkan matanya.

Shilla mendengus. Tapi masih menahannya. Tatapannya terlihat kesal. Cakka menyeringai. "jangan deket-deket sama dia"

Shilla tersentak. Apa-apaan dia? Siapa dia? Mengapa ia menyuruh-nyuruhnya seenak perutnya?

"permisi kak. Udah mau bel. Saya mau masuk kelas"

Tanpa persetujuan, Shilla melenggang masuk ke bangunan elite Superior High School.

Cakka masih terdiam. Masih bingung dengan apa yang barusan dikatakannya. Inikah yang dikatakan cemburu? Ketika melihat sosok yang disayangi berada di sisi orang lain. Eh? Sayang? Jadi? Cakka sayang Shilla? Cakka tertawa geli. Ia yakin. Ia sudah benar-benar membuka hatinya untuk gadis ini.

*
"it's finnished, dear" bisik seseorang disaat gadis itu sedang tekun-tekunnya mencerna setiap kata dan kalimat yang dibacanya dari sebuah novel ternama.

Gadis itu mendangak -karena posisinya memang mengharuskannya untuk mendangak-. "ELO GILA YA! NGAPAIN LO KESINI?!" teriaknya seketika saat melihat wajah rupawan pemilik suara bisikan tadi.

Pemuda itu membekap mulut gadis itu. "diem!"

"kalo ada yang liat lo gimana!? Ha? Cepet pergiiii"

"elah Shill. Gue cuma mau bilang, semuanya beres. Tu jurnalis uda gue kasih pengertian. Anak-anak PH sih beres deh!" katanya lagi.

"tapi ngomonginnya ga disini bisa kali, kak?" Shilla menghela nafasnya.

"biar lo cepet tau gitu, Shill. Hehe sorry, dear. Lagian kelas lo kosong ini" kata Alvin sembari mengelus rambut adiknya.

"hiiihh elo tuh apabanget sumpah! Eee gue pms. Ga olahraga" katanya singkat lalu menekuni novelnya lagi.

"yaudah. Gue tinggal ya" katanya sembari menepuk puncak kepala gadis itu -sekali lagi-. Alvin melangkah keluar tanpa dosa. Shilla pun kembali ke novelnya dan membuat suasana seolah-tak-ada-apa-apa.

Namun tidak dengan seseorang-yang-menyadari-pergerakan-Alvin-tadi. Ia mencoba mencari tau apa yang Alvin lakukan di kelas X.3 aksel itu. Ia mengerutkan dahinya lalu mendekat ke ruang kelas itu. Mengulurkan leher, menatap sekelilingnya, lalu memokuskan pandangannya pada sosok gadis dengan novel di depannya.

"shilla!!" desisnya sedikit keras lalu menjauh dari kelas itu. "jadi... Alvin... Shilla... Tadi..." katanya tergagap tak percaya.

0 speeches:

Post a Comment