Kesunyiain kembali mencekam. Setelah Shilla melontarkan pertanyaan itu, sang pelayan kembali menggigit-gigit bibirnya. Seakan takut memberitahukan apa yang sesungguhnya terjadi dengan tuan muda tercintanya.
Shilla masih menatap satu-satunya pelayan yang membuka mulutnya. Lalu mendekat ke arah gadis berumur 20an itu. "kakak gue kenapa tadinya? Ha?"
"gggggggga tau non. Sssa...saya cuma ne...nebak aja. Ka...kalo den Al...Alvin kaya gi...gitu karena..... Pacarnya me...meninggal" katanya tergagap. Sepertinya benar-benar takut untuk menceritakanya.
Shilla menaikkan alisnya. "kak Ozy kemana, mbak?"
"den Ozy lagi ke UI. Mau ngurus kuliahnya kayaknya" Shilla teringat. Ozy memang ingin melanjutkan kuliahnya di Universitas ternama di Indonesia itu.
"oh"
Shilla meninggalkan pelayannya yang masih termenung. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang pribadi kakaknya. Tak seorang pun yang bisa memasuki kawasan itu dengan bebasnya, kecuali Shilla tentunya.
"kak.." ucapnya sembari mengetuk daun pintu jati itu.
"gue udah bilang, jangan ada yang ngedeket kesini! Denger ga sih!!!" bentaknya dari dalam.
Shilla mendesis pelan. Apa-apaan sih kakaknya ini? "kok lo jadi childish kaya gini sih, kak? Gue adek lo woy!"
Shilla tak mendapat jawaban. Apakah tepat baginya untuk menggunakan pendapat bahwa diam itu artinya iya? Terserah. Shilla memutar knop pintu itu, lalu memberanikan dirinya masuk. Ia tau seganas apa saat Alvin mengamuk. Ia tau.
"Astaga, kaaaakk!!" kata gadis itu setengah menjerit saat menginjak sesuatu tepat di langkah pertama juntaian kaki jenjangnya. Apa itu? Pspnya?
"kak, lo kenapa sih?" tanyanya kesal.
"lo yang kenapa, Shill" katanya balik bertanya.
"gue kenapa apa? Ck. Elo mau ngomong apa sih?"
"jauhin Gabriel! Jauhin Cakka! Lo harus pilih salah satu, Shill!!"
Shilla mengerutkan dahinya. Tak mengerti. "elo ga lagi nyoba jadi playgirl, kan? Pilih satu, Shill! Gabriel atau Cakka!!" lanjut Alvin lagi.
Dahi Shilla semakin berkerut. "kak, gue itu ga ada apa-apa sama mereka. Jangan negative thinking ya sama adek lo yang cantik ini" katanya sembari menatap kedua bola bening yang diam-diam-menghanyutkan itu.
Alvin hanya menghela nafasnya pelan. "bukan itu intinya. Gue cuma ga mau... Elo..." kata-katanya tergantung. Inikah saatnya? Inikah saatnya memberitahukan sisi lemahnya selama ini?
"lo kayak dia" sambungnya lagi sambil menunjuk sosok gadis yang terkurung dalam sebuah figura yang saat itu diraih Shilla lalu direbutnya.
Shilla tersenyum miris. "cewek lo, kak?" Shilla meneliti sosok gadis yang ada dalam foto tersebut. Putih, tinggi, cantik, berdimple -lesung pipi-, sipit. Yeah. Sangat cocok dengan kakaknya.
Alvin hanya mengangguk kecil kemudian merebahkan dirinya di sofa beludru yang berwarna senada dengan kamarnya, merah bercorak hitam.
"dia meninggal? Kenapa?" Shilla mengikuti kakaknya. Ia duduk berdampingan di sofa empuk itu.
"Gabriel ga ngijinin dia jalan sama gue. Terus Sivia... Nekat. Dia keluar rumah, dan... Yeah. Lo tau lah apa yang terjadi" nada bicara Alvin mulai melemah.
Shilla mengangguk lalu mengelus bahu kakaknya. "Sivia pasti bahagia disana kalo lo juga bahagia kak. Lah kalo Cakka?" tanyanya lagi.
"panggil Vianya pake KAK dong ah elo gasopan abis ya. Emm Cakka itu... Musuhnya Gabriel. Gue juga. Gue takut aja kalo lo kenapa-napa nantinya" katanya agak sedikit mendustai adiknya. Berharap adiknya mengerti keadaan ini -tidak bertanya lagi-.
"oh. Yaudah deh kak. Thanks udah peduli hehe. Jangan kaya anak kecil lagi. Pake sok-sok ngebanting-banting barang!! Ck" Gadis itu bangkit lalu berjalan ke arah balkon kamar kakaknya.
Kakaknya menyusul dari belakang. "lo nyampe rumah ga ganti dulu, Shill? Mana masih pake sepatu, tas. Ck"
Shilla berbalik arah. Mendengus pelan lalu berkata, "gara-gara lo nih!"
Alvin tertawa pelan. Lalu melihat adiknya mengeluarkan sesuatu dari saku kemejanya. "lo bawa bb, Shill? Kok?" katanya sembari mengernyit.
"hehe lupa kak. Untung ga ketahuan"
Alvin tertegun. Lalu tersenyum simpul. Ternyata Shilla ceroboh juga.
Shilla masih berkutat dengan gadget canggihnya. Membaca isi bbm yang telah dikirimkan oleh Rio sejak tadi.
'serius???????? Lo ke toilet cuma mau bales bbm gue? Lo minta gue nelfon elo? Oke shil;)'
Shilla berdecak pelan. Mengapa Rio selalu berlebihan seperti ini?
'shill, nomernya berapa? Kenapa ga nelfon ke hp lo aja sih?'
'shillaaaaa sibuk ya?'
'shill, gimme ur nmbr eee'
'shillaaaaaaaa gimana gue mau nelfon elo? Bales eee'
Dan masih banyak lagi pesan-pesan sejenis dari Rio ini. Shilla tertawa geli. Baru mengingat bahwa dirinya belum -sama sekali- memberikan nomer telfon yang dapat dihubungi.
'(021) 888-7733. Kan udah gue bilang. Tadi tuh di toilet. Gue ga bisa bales bbm lo dikelas. Is it clear enough?'
Setelah mengirimkan balasan, Shilla memasukkan blackberrynya lalu melenggang keluar kamar kakaknya. Tiba-tiba kakaknya menahan lengannya.
"pinjem macbook, Shill" katanya
Shilla menoleh lalu menatap seakan berkata punya-lo-mana? Tapi ternyata Alvin tidak juga mengerti. "punya elo mana kakakkkk?"
Alvin hanya meringis lalu menunjuk ke arah pecahan-pecahan sebuah benda yang sudah tak terbentuk disudut ruangan.
Shilla berdecak kesal. "kaaaaakk lo lupa, ya? beli macbook itu pake uang kak yaampun seenak udel ngebanting-banting gitu. Gilaaa"
"dan lo lupa? Kita dikasih jatah 100juta per tahun. Udah lah. Tabungan gue juga udah banyak. Tar gampang beli macbook baru lagi. Hehe gue pinjem ya, Shill" yeah. Shilla dan Alvin memang dijatah 100juta setiap tahunnya sehingga... Eh? 100juta? 100.000.000 per tahun? Banyaknya angka 0 disana ada... 8? Ck.
Shilla mendengus entah untuk yang keberapa kali. Ia menarik tangan kakaknya dan mengajaknya ke kamarnya. "lo boleh pinjem. Tapi disini aja" katanya tajam. Alvin hanya cengengesan.
*
Rio tersentak setelah membaca bbm dari Shilla itu. Ada apa dengan Shilla? Mengapa hari ini ia begitu baik padanya? Atau... Shilla memang baik sesungguhnya. Hanya Rio yang salah mengartikannya. Ah. Ia tak peduli. Ia segera menghidupkan mesin Vios hitamnya, lalu meninggalkan sekolahnya.
Bagaimana dengan Keke? Gadis mungil itu tadinya telah bergelayut manja padanya. Memintanya untuk kembali menemaninya. Tapi -tentu saja- Rio menolak. Masih terngiang dibenaknya perkataan gadis itu tadi.
"yo, kamu tuh bisa nggak sih nganggep aku sebagai pacar kamu? Hello! I'm your girl, Mario! Not her! I know today you think about her all the time. I'm right, eh? Who the hell she is? Just an Ashilla Zahrantiara that run away from you! Dont ever think about her!"
Rio tersenyum sinis. Enak aja dia menyuruhnya untuk tak memikirkan gadis itu. Hey, who the hell you're, Ke? Gue ga -pernah- nganggep lo sebagai cewek gue kok, fiikirnya.
Vios Rio akhirnya sampai di halaman rumahnya. Ia segera memasukkan mobil kesayangannya ke garasi lalu berjalan riang sembari bersiul. Hari ini berbagai keajaiban muncul pada dirinya. Mulai dari bbm Shilla tadi sampai perlakuan Keke. Ia memiringkan bibirnya lalu memainkan kunci mobilnya dengan telunjuk kanannya.
"hey, anak mama sepertinya lagi bahagia banget, nih? Baru kali ini mama lihat kamu sesenang ini" kata Mamanya. Benarkah? Memangnya ia terlihat begitu bahagia, ya?
Rio hanya tersenyum lalu berkata, "ma, boleh kan aku pake telfon rumah buat nelfon temen di Jakarta?"
Oh! Mamanya mengangguk. Sepertinya faham mengapa anak kesayangannya seperti ini. "ah! Shilla ya? Haha I know, Rio. Yes. You may. Use as long as you want" katanya sambil tersenyum. Astaga. Setransparan inikah ia?
Rio hanya tersipu. Lalu naik menuju ke kamarnya.
*
Suasana ungu terasa kental di ruangan 6x7 meter ini. Besar. Tapi lebih besar kamar milik Alvin yang ukurannya tak kurang dari 10x9 meter.
Seorang pemuda masih mengotak-atik macbook ungu kesayangan Shilla. Ia sedang duduk di karpet bulu yang terpampang cantik di sebelah tempat tidur ungu -juga-. Bisa disimpulkan, adiknya fanatik dengan warna yang meneduhkan itu.
Alvin menggunakkan aplikasi 'twitter for mac' untuk berjejaring sosial. Dengan kejahilannya yang memang sudah-tingkat-zeus ini, ia membajak account adiknya di salah satu jejaring sosial, twitter.
Ashillazhrtiara : akoe lelah menunggumoe
Alvin terkikik geli. Habisnya Shilla dari tadi memandangi aisle phone -ungu- di kamarnya. Seakan menunggu sesuatu.
Tak lama kemudian, yang aisle phone itu berbunyi. Shilla menghela nafas. Alvin? Masih dengan kejahilannya.
Ashillazhrtiara : akhirnya kamoe menelfonkoe. Akoe kangendz kamoe
Astaga. Alvin mengetikkan kata-kata yang-sangat-menggelikan itu? Seorang Alvin Jonathan Sindhunata? Seorang prince ice cold? Alvin semakin terkikik. Shilla yang memandangnya sebentar merasa ada tidak beres. Namun ia dahulukan mengangkat telfon yang sudah jelas dari siapa. Yeah. Rio.
"halo? AZS here" kata Shilla membuka percakapannya. Dikeluarganya, ia memang telah dianjurkan mengangkat telfon lalu mengatakan salam pembukanya. Alvin menjadi AJS -Alvin Jonathan Sindhunata- dan Shilla menjadi AZS -Ashilla Zahrantiara Sindhunata-.
"AZS? Oh! Ashilla Zahrantiara Sindhunata. Ya. Emm Shill, lo tau gue siapa kan?" tanyanya balik.
"hhh iya gue tau elo Mario Stevano Aditya Haling. Udah deh mau ngomong apa? Gue tutup nih!" katanya -agak- mengancam.
Disisi lain, Alvin terus-terusan meledekinya -dan mengotak-atik macbook Shilla-. "wohooooo jangan galak-galak neng!!"
Shilla berdecak. Bolehkah ia menendang kakaknya sampai ke bulan? Oke ralat. Ini masih siang. Kalau begitu, bolehkah ia memasukannya dalam plastik lalu membuangnya ke laut?
"itu siapa, Shill?" tanya Rio diseberang telfon. Sepertinya mendengar perkataan -bodoh- kakaknya tadi. Alhasil, ia mendorong punggung kakaknya keluar.
"ihiwwwww Shilla gitu yaaaaa mentang-mentang telfonan ajaaa ngusir gue ke luar... Ihiwww siapa tadi? Mario?"
Astaga. Kakaknya ini.
"sorry, AJS ngebacot macem-macem. Udah deh, yo. Lo mau ngomong apaan? Buru deh"
Rio menghela nafas sejenak. "Shill maafin gue... Ple..."
"Shill, gue pergi ya. Kalo pulang malem jangan dicariin. Gue mau refreshing. Nanti Ozy kesini kok. Gue mau ke makam Via juga. Selamat bertelfonan ria, Shillaaaa" teriaknya dari luar sana.
"iyeee" hanya itu balasan Shilla. Lalu kembali berbicara dengan Rio.
"apa lagi sih, yo? Lo ga punya salah sama gue. Ga ada yang perlu di maafin"
"tapi Shill... Gue..."
*
Gadis itu merutuki itouchnya sambil membaca majalah remaja. Melihat sepupunya pulang, ia langsung menyergapnya lalu menghujankan pertanyaan-pertanyaan yang...
"kak, lo ga ngajak gue ke makamnya kak Via ya kemaren? Ah gitu ya lo" kata gadis itu merajuk.
"hehe sorry. Elo kan sibuk. Hari ini mau gue anter?" tanya sang sepupu yang ternyata pemuda itu.
"emm engga deh, kak. Lo udah kesana ya? Yaudah deh. Gue sendiri aja. Sama supir" katanya lalu beranjak dari sofa putihnya.
"take care" kata pemuda itu yang diselipi senyuman olehnya.
"yoa kak Gab! Gue berangkat yaa"
"hati-hati. Alvin sering ke makam Sivia jam segini" kata pemuda itu lagi.
Gadis itu hanya tersenyum lalu menghilang di balik ambang pintu.
*
Alvin mempercepat teriosnya. Waktu telah menunjukkan pada pukul 17.20. Ia tak ingin kelewat malam disana.
Akhirnya, setelah menderu teriosnya selama 7 menit, pemuda bermata sipit itu pun sampai di taman pemakaman keluarga milik keluarga Sivia. Ia melangkahkan kakinya melewati pusara-pusara, lalu berlutut di hadapan nisan perak yang bertuliskan...
Ya. Sivia Azizah. Alvin menghela nafasnya perlahan. Mencoba menatap dengan sepenuh hati. Tapi... Tunggu!
Ada dua tangkai lily putih disini. Berarti... Bukan hanya Gabriel yang kesini. Setangkai lily putih yang tertata rapi disana terlihat lebih segar. Mungkin orang ini baru saja meletakkannya disini. Alvin memutarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman pemakaman ini. Dan... Terlihatlah sosok gadis bercardigan abu-abu sedang melangkah menjauh darinya. Dia kan...
"woy!! Berhenti!! Elo kan..."
*
Shilla menatap blackberrynya nanar. Ia masih melanjutkan berkomunikasi dengan Rio. Sudah pukul 8 malam memang. Tapi Rio masih tetap menahannya untuk -terus- membalas bbm darinya.
Shilla bingung sendiri. Tak seharusnya hatinya begini. Tak seharusnya...
"Shillaaaaaa" panggil Ozy kemudian.
"kenapa kak?" tanyanya tanpa ekspressi.
Ozy masih terengah-engah. "nih bbm dari acha!" katanya dengan menyebut nama gadisnya itu.
'kak ozy, ksh tau shilla. Tanyain dia tadi twitternya kenapa? Sumpah banyak banget yang komplain ke aku kak. Emang ada apa sih di twitter shilla?'
Gadis itu memajukan bibirnya sembari berfikir. Twitternya? Hari ini ia tak bersinggungan sama sekali dengan jejaring sosial itu, bukan? Ia segera membuka aplikasi ubersocial di blackberrynya. Lalu...
Astaga! 97 mention?! Ada apa ini? Ia lalu membuka mentionnya. Dan ternyata...
Yaampun!
Arennadyaa : shilla! Mario Stevano Aditya Haling? Rio? Lo knp? :ORT @Ashillazhrtiara : Mario Stevano Aditya Haling :O ohemjii
"kak Alvinnnn!!!!!"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 speeches:
Post a Comment