Wednesday, August 3, 2011

part 4

"shilla, kalo elo?" tanya gadis itu sembari membenahi kalungnya tadi.

"gue Gabriel. Gabriel Stevant Damanik" ucapnya singkat.

Tak dinyana, seseorang menatap mereka berdua dari jauh. Ia menyipitkan matanya. Namun wajahnya tetap tak berekspresi. Mau apa cowok itu kesini, fikirnya.

"elo..." Shilla tergagap mendengar 3 kata itu. Gabriel Stevant Damanik. Bukankah ia... "elo... Anak London School yang ikut Math Competition di Malang kemaren kan? Ah iya!!! Elo Gabriel!"

Cowok yang bernama Gabriel itu kemudian menyunggingkan senyum memikatnya. "lo masih inget, Shill" katanya.

Seseorang-yang-menatapnya-tadi semakin menyipitkan matanya. Gabriel ingin cari masalah sepertinya. Ia mendekat ke arah kedua insan yang dipertemukan itu. Namun Gabriel menyadarinya.

Sudut mata Gabriel menangkap sosok yang tadi ber-tonjok-tonjokan-ria dengannya sedang mendekatinya. Ia segera mundur. Selain karena tujuan utamanya sudah selesai, ia juga tak ingin memperpanjang masalah.

"Shill, gue cabut dulu ya" katanya lagi. Shilla hanya mengangguk.

Gabriel pun beranjak pergi dari sana. Shilla masih tetap menatap kepergiannya. Setelah sosoknya tak nampak lagi, ia membalikkan badan. Namun saat itu juga, kakak kelasnya yang tadi 'mengunjunginya' sedang berdiri tegap. Ia -sedikit- terkejut.

"tadi, dia ngapain?"

"cuma ngembaliin kalung saya sama... Ngajak kenalan aja kak" kali ini, Shilla tak segagap tadi.

"oh. Lo tau nama gue, kan?" tanyanya tiba-tiba. Apa maksudnya?

Shilla tidak menjawab. Ia hanya menggeleng. Cowok itu berdecak. "gue Cakka" katanya. Lalu pergi. Berlalu meninggalkan Shilla yang masih mematung disana.

Cakka tak tahu apa yang menyerang fikiran -dan hatinya- saat ini. Mengapa -dengan bodohnya- ia berkata demikian? Entahlah. Ia merasa harus lebih unggul dari Gabriel. Ia tahu, Shilla hanyalah gadis yang tak mengetahui apa-apa. Tapi, perlakuan Gabriel tadi, mengingatkannya pada perlakuan orang yang sama, namun pada gadis yang berbeda. Apa maksud Gabriel? Apakah ia tulus mendekati Shilla? Apakah ini masalah hati? Atau hanya dendam masa lalu? Berjuta pertanyaan muncul di benak Cakka. Entah kenapa ia merasa harus menyelami masalah ini lebih lanjut. Ia hanya tak ingin gadis itu menjadi korban. Cakka kemudian tersadar. Mengapa ia jadi memikirkan gadis tadi? Apakah ia sudah mulai bisa membuka hati? Mungkin membuka hati tak sesulit kelihatannya.

*
Di SMA Pelita Harapan.. Lagi-lagi..

"kali ini kamu ga punya alasan untuk kabur, Yo" kata Keke -lagi-lagi- dengan mengamit lengan pemudanya itu.

"Ke, udah lah. Gue ga mood kemana-mana. Lo ga capek tah jalan mulu tiap hari? Ha? Gue aja capek" balas Rio malas-malasan.

"kamu... Apa masih mikirin dia?"

Rio tersentak. Dia? "dia?"

"yeah. Shilla. Apa kamu masih mikirin Shilla?" telak! Rio tak sanggup membalas kata-kata Keke tadi. Memang. Rio masih memikirkan Shilla. Tiap hari. Tiap waktu.

"kamu... Ngomong apa sih, Ke?" Rio mengelak pelan. Membohongi gadisnya dan ia sendiri tentunya. Apa kata Rio tadi? Kamu? Baru kali ini ia bicara kata "kamu" ke Keke.

"makanya, ayo jalan" Rio menghela nafas. Tak mungkin ia menolaknya lagi. Akhirnya dengan langkah ikhlas-tak-ikhlas, ia mengikuti Keke. Senyum Keke terpampang diwajahnya. Senyum kemenangan sepertinya.

*
Gabriel menderu cagivanya di kelenggangan jalan sudut kota ini. Ia bingung. Tak mengerti. Rencananya -mungkin- akan gagal. Perkiraannya salah. Salah.

Setelah melihat sosok gadis berlari sambil menunduk tadi, Cakka langsung meninggalkannya dan mengejar gadis kalut itu.

Ia berfikir bahwa -mungkin- ia bisa menggunakkan gadis ini sebagai alat balas dendamnya. Mengapa? Entah kenapa Gabriel melihat ada secercah rasa yang tak biasa antara Cakka dengan gadis itu. Jahat? Memang. Gabriel menarik ujung bibirnya ke atas. Terlebih lagi saat ia menemukan kalung milik gadis itu yang mungkin terjatuh. Pasti lebih mudah baginya untuk melakukan balas dendam itu. Sesungguhnya, itulah tujuan utamanya. Bukan hanya sekedar kalung.

Namun ia salah. Salah besar. Ia tak bisa balas dendam melalui gadis itu. Ia tak sanggup. Gadis itu... Ashilla Zahrantiara.

Sosok yang ia kagumi saat mengikuti Math Competition di Malang. Saat itu, gadis itu masih mewakili SMA Pelita Harapan Bandung. Entah apa yang dimiliki gadis itu sehingga membuatnya tertarik padanya. Namun, setelah event itu berakhir, ia hampir lost contact pada gadis itu. Facebook? Gadis itu mendeactivatednya. Twitter? Gabriel tak tahu apa usernamenya. Nomer hp? Pin bb? Mana sempat bertanya? Dan... Mungkin memang ditakdirkan begini. Gadis itu... Kini berada di kandang musuhnya...

Gabriel menepikan cagivanya di seputar taman pemakaman keluarga ini. Ia melangkahkan kakinya ke arah sebuah pusara. Tempat sepupu kesayangannya dibaringkan untuk selamanya.

"vi, sorry. Gue ga bisa jagain elo dengan baik" gumamnya sembari meletakkan setangkai lily putih yang tadi dibelinya.

"harusnya gue izinin lo sama Alvin pergi pas itu. Harusnya gue izinin lo pacaran sama alvin. Walaupun... Dia musuh gue" Gabriel menghela nafasnya kuat-kuat.

"tapi gue bingung, Vi. Kenapa Cakka semarah itu sama gue. Sedangkan Alvin udah mulai bisa nerima. Hhh ga mungkin kan kalo cuma gara-gara lo itu pacarnya sobat dia? Hhh gue ga ngerti, Vi" Gabriel mencabuti rerumputan yang tumbuh dengan liar di atas pusaranya.

"ada yang gue ga ngerti disini" katanya lagi. Gabriel jadi bingung sendiri. Kenapa dirinya harus se-mellow ini?

"oh iya, Vi. Gue udah nemuin cewek yang pas itu gue ceritain sama lo. Yang pernah gue suka itu. Tapi... Dia..." Gabriel menghela nafasnya -lagi-. Seandainya fakta itu bisa dihapuskan... "ada di sekolah Cakka dan Alvin" sambungnya dengan penuh ke-tidak-ikhlasan.

*
'shillaaaaa sorry, kayaknya gue sampe sore deh. Yah gabisa pulang sama lo:'(:'( maaffff'

Shilla mendengus kesal. Kenapa Ify baru memberitahunya sekarang? Kalau ia tahu dari tadi kan ia tak perlu menunggu selama ini.

"eh, kampung, kenapa? Ga punya temen ya? Yah. Pulang sendiri deh. Awas, nanti dompet lo kecopetan di angkot! Eh lupa. Emang lo punya dompet ya? Haha" Shilla menoleh ke arah suara itu dikeluarkan. Yeah. Siapa lagi? The Dangerous. Si cewek bertubuh kecil yang berbicara.

Shilla melengos. Apa lagi ini?

"udah ah Ik. Udah ya, miskin, gue mau pergi dulu. Byee" kata The Dangerous lagi. Kali ini bukan orang yang tadi yang berbicara. Splash pink itu pun akhirnya pergi meninggalkannya.

Tiba-tiba, tangisan alam mulai membuncah. Air mata langit dengan bebasnya terjun ke permukaan. Shilla mendengus keras. Ada apa dengan hari ini? Mengapa dirinya begitu sial?

Toyota prius mendekatinya perlahan dari belakang. Sepertinya Shilla kenal dengan mobil ini. Gadis itu mengerutkan dahinya. D 021 AF. Plat Bandung? Ah! Shilla tau!

Seorang pemuda berparas tampan turun dari mobilnya. Senyum khasnya terkulai di pahatan wajahnya yang sempurna. "kak Ozy!" teriaknya lalu berlari ke arah pemuda itu. Setelah itu, gadis itu memeluknya.

"ngapain lo dateng-dateng ke sini? Ha?" kata Shilla sembari memajukan bibirnya.

"gitu sambutan buat orang yang kangen sama lo?" katanya sembari mengangkat sebelah alisnya. Lagi-lagi Shilla memajukan bibirnya. Lalu kembali memeluk pemuda itu.

Disisi lain, ada yang menatapnya diam-diam. Mutiara di wajahnya seakan tak suka memandang gadis ini dengan pemuda itu. Hatinya sesak. Entah kenapa. Mungkinkah rasa itu benar-benar muncul untuk gadis ini? Cakka menghela nafas. Lalu memacu ninjanya ditengah hujan yang dingin dan... Hampa.

0 speeches:

Post a Comment