Patton mengajak Shilla makan malam. Kebetulan kakaknya belum pulang sehinnga ia menyimpulkan -sendiri- bahwa kakaknya sudah makan di luar.
Patton membukakan pintu sembari menunduk bak seorang prajurit kerajaan yang sedang melayani sang tuan putrinya.
"pat apaan sih lo" ucap gadis itu mengerutkan dahinya.
Pemuda manis itu hanya tersenyum.
Shilla mendengus. "ck" Ia menoleh ke arah pemuda yang sedang memakai kaus dan celana jeans selutut serta sendal converse biasanya. Kelewat santai untuk ukuran seorang tuan muda Latupeirissa.
Ya. Nama belakang patton itu memang sudah menggema dimana-mana. Tuan Besar Latupeirissa hanya mempunyai 2 orang anak. Davin Latupeirissa -ayah Patton- dan Diandra Latupeirissa -ibu Shilla-. Karena ibu Shilla telah menikah dengan Alfathan Sindhunata, nama belakangnya pun berganti menjadi Diandra Sindhunata.
Sesungguhnya tak seluruh rekan bisnis masing-masing tahu bahwa mereka -Latupeirissa Coorperation dan Sindhunata Coorperation- sangatlah erat hubungannya. Sehingga -mungkin- tak ada yang tahu apabila Patton dan Ozy serta Shilla sebenarnya bersepupu.
Ozy? Tentu. Kakak Patton satu-satunya ini tak boleh terlewatkan. Ingatkah reaksi Cakka saat melihat serta reaksi the Dangerous saat Ozy dan Shilla berdua? Mereka -sama sekali- tak mengenal mereka, bukan?
"apaan ngeliatin gue kaya gitu? Ha? Suka? Shill kita itu sepupuan haloooooo lagian gue juga gasuka sama lo dihhhh" ucap patton sembari melambaikan tangannya dihadapan wajah gadis cantik disebelahnya itu. Menggugah kesadarannya. "Shill, halooooo"
Shilla bergeming. Lalu mengerjap seketika. "astaga Pat. Lo ngomong apa sih? Ck. Kita mau kemana?" Shilla membenahi bolero yang melingkar indah di bahunya. Lagi-lagi berwarna ungu.
Patton -kembali- hanya tersenyum. Mulutnya terkatup. Sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda ingin mengeluarkan kata-kata. Shilla hanya memainkan handbagnya -yang juga ungu-. Menahan kekesalan pada sepupunya ini.
Patton sesungguhnya ingin tertawa terbahak sekeras-kerasnya sekarang. Ia menahannya sekuat tenaga. Setelah mengetikkan sesuatu di blackberrynya, ia menghidupkan mesin Land Rovernya lalu pergi meninggalkan 'istana' super besar milik sepupunya ini.
"tadi lo ngetik apaan?" tanyanya kelewat ketus. Nadanya begitu terasa hingga pertahanan Patton -untuk menahan tawanya- hampir goyah
"ngupdate status twitter. Biar eksis kaya eluuuu" lontarnya sekenanya.
*
'udah kak. Kami udah keluar. Elo aman kl mo balik skrg'
Alvin tersenyum miring membaca isi bbm dari Patton barusan. Ia merubah arah teriosnya. Berputar balik, lalu menuju kembali ke Rumahnya.
25 menit. Waktu yang tak singkat. Bukan juga waktu yang panjang. Teriosnya terparkir manis didepan pintu utama rumahnya. Ia melemparkan kunci teriosnya ke pelayannya.
Alvin berdesis pelan kepada pelayan tersebut, "taro garasi. Tar kuncinya taro di lemari biasa. Dan... Jangan bilang apapun ke Shilla tentang keadaan gue sekarang. Ngerti?!" ucapannya lirih namun tajam. Pelayan tado hanya mengangguk, lalu menuruti titah tuannya ini.
Alvin langsung melangkah ke Ruangannya. Membersihkan dan mengompres lukanya sendiri. Andaikan ada Sivia...
*
Sushi Naga. Tentu. Patton memang sangat menyukai makanan yang berasal dari negara Sakura itu. Untungnya Shilla pun begitu sehingga ia menetapkan tujuannya ke sana.
"gue 2 porsi plissss. Laper banget Pattt" pintanya sembari membulatkan matanya yang terbingkai indah kacamata-ungu-nya.
Patton berdecak pelan. "seorang Ashilla Sindhunata makan 2 porsi? Ckk. Okeoke"
Patton pun memanggil pelayan di 'restoran' itu lalu memesan apa yang ingin ia dan Shilla santap. Shilla masih memainkan cardigan -ungunya-.
Sesungguhnya ia pun hanya menggunakan celana selutut dan kaus juga sneakers biasa -hampir seperti Patton-. Hanya saja cardigan ungunya itu menghilangkan efek 'super simple'nya itu.
Beberapa menit kemudian, sushi mereka datang. Kelewat menggoda seakan sushi itu menyodorkan diri untuk disantap. Shilla yang -memang benar-benar- kelaparan langsung menyantap tanpa ampun.
"Shill, pelan-pelan dong" kata Patton sembari menggelengkan kepalanya.
Shilla tertawa kecil. "laper tau!"
"btw Shill, gue baca artikel itu juga loh. Sejak kapan lo sama sahabat gue romantis-romantisan ria gitu?" tanyanya sembari menaik turunkan alisnya.
Shilla mendengus. "heh! Lo tuh!! Itu bohonggg. Udah deh gausah bahas itu lagi!"
Patton mengedipkan mata berarti. Mereka pun melanjutkan makan malamnya.
"eh, itu bukannya Ashilla Sindhunata? Yang lagi sama cowok. Yang serba-unggu itu" kata Zevana tiba-tiba.
Astaga. Zevana?
Tanpa ba-bi-bu, Zevana menarik tangan kedua 'sahabat'nya -yang masih tercengang-. Mereka berhenti tepat di hadapan kedua insan bersepupu yang sedang nikmat-nikmatnya menyantap sushi.
"hey, lo Ashilla Sindunata kan?"
Shilla mengernyit. Lalu membenahi kacamatanya. "ehm iya. Maaf, kita pernah kenal, ya?"
Zevana berkeringat. Gugup mungkin. "eh emm belom. Kita belom kenalan hehe. Gue Zevana, panggil aja Zeze. Ini Oik dan itu Angel"
"gue Ashilla. Panggil Shilla aja ga papa kok" ucapnya sembari tersenyum. Perkenalan kecil itu terlaksana.
"Zevana ya?? Emm kayanya gue ga asing sama nama lo" ucap Shilla menggantung. Hell. Iyalah gue ga asing sama nama lo, batin Shilla. Zevana terenyah.
Shilla memainkan telunjuknya di atas meja. "emm. Aha! Iyaiya. Kak Alvin sering nyebut nama lo" katanya sembari tertawa.
Zevana kini benar-benar shock. Alvin? "dia... Ngomongin gue sama lo? Tentang?"
Shilla menahan tawanya yang sudah kelewat batas. "yeah. Sorry, privacy gue dan kak Alvin"
"privacy? Haha okeokee. Btw denger-denger lo bisa main semua alat musik ya?" tanyanya menutupi lonjakan perasaannya kini.
"eee bohong tuh. Gue cuma bisa main piano, violin, gitar, sama saxophone. Yang lainnya gabisa" Shilla kembali tersenyum.
"ehm. Kayanya meet and greetnya selesai. Pulang yuk, Shill" Patton menarik tangan Shilla paksa.
Ketiga orang dihadapannya tentu mengerutkan dahinya sembari memberi pandangan yang bertanya-tanya.
"btw, ini Patton. Sepupu gue. Emm gue duluan ya"
"Patton Otlivio Latupeirissa" kata patton sambil menyunggingkan senyumnya.
Mereka berdua pun meninggalkan The Dangerous dalam keadaan yang sangat-sangat-tercengang.
"tadi itu apa? Latupeirissa? Gilagilagilaaaa" Oik memecah keterdiaman ini. Namun masih mengumpulkan nyawanya yang hampir melayang ketika pemuda manis itu menyebut nama belakangnya.
"udah udah!!!!! Kita fikirin lagi deh cara buat dia kapok!! Balik ke meja kita yuk deh"
*
Shilla dan Patton beriringan memasuki rumah-super-megah itu. Shilla merubuhkan tubuhnya di sofa bercorak di ruang keluarganya. "capeeeeekkkk. Dinner kok secapek ini ya, Pat?"
Patton kontan tertawa. "ckck ngalem. Gitu doang capek. Eh, tadi lo jujur? Yang bilang kak Alvin ngomongin dia itu? Setau gue sih kak Alvin masih belom bisa buka hatinya untuk siapapun"
Shilla menghela nafas. " yaengga lah! Gue cuma mau ngerjain dia kali!"
Patton langsung menoleh ke arah sepupunya ini. "heh! Asli jahat banget lo! Harusnya lo tadi liat muka dia waktu lo ngomong gitu!! Hahahah kocak!"
"gue naik duluan, Pat. Lo tadi katanya mau nonton MU? Dikamar lo kan ga ada Tv"
Patton menepuk dahinya pelan. Astaga. Ternyata ia hampir lupa. Ia hanya meringis lalu melangkah ke televisi berukuran home teather itu lalu mencari saluran yang menyiarkan pertandingan tim favoritnya itu.
Shilla tak langsung menuju kamarnya. Tiba-tiba ia teringat dua janji kepada kakaknya yang belum ia penuhi sampai sekarang. Jadi, ia berbelok arah, lalu melangkah ke kamar kakaknya.
22.00. Mana mungkin Alvin sudah terlelap. Ia paling anti untuk tidur diatas jam 10. Namun pasalnya, tak ada suara apapun yang terdengar dari balik pintu jati itu.
"kak, kak Alvin! Gue masuk ya kak" kata Shilla akhirnya. Ketukannya tak juga mendapat balasan dari sang penguasa ruangan itu. Jadi, ia memutuskan untuk masuk -tanpa permisi-.
Astaga. Itu Alvin? Itu kakaknya?
Seorang pemuda berkulit putih berlumur memar sedang terkapar di 'king bad'nya. Shilla refleks berlari dan menghampiri kakaknya ini. Mengusap-usap lebamnya, lalu mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk membuat kakaknya lebih baik.
Ia mengambil kain dan sebaskom air, lalu mengompresi lebam tadi.
"kak, lo kenapa sih?? Lo ngapain??" Shilla menaruh kain yang sudah menyerap air tadi.
Alvin tak kuasa mengatakan satu kata pun. Tubuhnya kelewat lemas. Tetapi matanya tak juga terpejam. Ia menatap adiknya dalam-dalam. "sorry" ucapnya lirih. Hampir tak terdengar.
"hih! Berantem lagi lo pasti!! Ah kaaakk gue kan udah bilang. Jangan berantem lagi. Lo ngeyel banget sih sama gue!!" kata Shilla sembari memindahkan kain tadi ke lebam Alvin yang lain.
Alvin melengkungkan bibirnya tipis. "ini demi lo" kali ini tak terdengar apapun. Hanya gerakan bibir yang terlihat. Namun Shilla mengerti apa yang ingin di ucapkan kakaknya ini.
Deg!! Shilla mengerjap. Meraih blackberrynya di meja sebelah tempat tidur Alvin.
'pat! Bsk jmpt gue di SHS. Tau kan? Trs lo tau kan dmn Rio tinggal di Jakarta? Anterin gue kesana!! Penting! Dont ask whatever. I'll tell you tomorrow'
*
'nona Sindhunata, gue otw kerumah lo skrg. Brkt brg gue ya :)'
Shilla melengos. Apa lagi Gabriel ini?
'heh! Tar ify sm siapa?! Berenti manggil gue gitu!'
Shilla setengah membanting blackberrynya itu. Membuat suasana sarapan yang tadinya tenang menjadi tegang karena mata kedua pemuda itu tertuju padanya.
"hey! Kenapa?" tanya kakaknya kemudian.
Shilla menghela nafas kuat-kuat. "tapi jangan marah kak"
Alvin mengerutkan dahinya. Patton pun begitu. "kenapa sih?" mata Alvin semakin menyipit.
"Gabriel udah tau dan kayanya dia akan jemput gue sekarang"
Alvin hampir tersedak. "GABRIEL?!!"
Shilla menunduk. "dia kan temen gue sama Rio di MC Malang dulu kak. Sorry"
Gejolak emosi itu pun kini -kembali- ia tahan. Gabriel? Lagi?
"lo turutin dia aja dulu. Gue mau liat motifnya apa kok dia mau ngedeketin lo" kata Alvin kemudian. Ia buru-buru membawa tasnya, lalu berlalu. Meninggalkan Patton dan Shilla yang sibuk dengan fikirannya masing-masing.
Patton juga tentunya bingung dengan penampilan Shilla kini. Bukan Shilla banget. Shilla menangkap tatapan bingung itu lalu membalasnya dengan mengangkat salah satu ujung bibirnya ke atas. "dasar orang baru"
*
'in frnt of ur home, ms. Sindhunata :)'
Gabriel menekan tombol 'kirim di gadget canggihnya itu. Lalu kembali tersenyum. Tersenyum penuh kemenangan.
Saat itu pula, dilihatnya seorang Alvin Jonathan Sindhunata yang tengah menderu teriosnya untuk keluar dari kawasan rumahnya ini. Ia seketika memandang sosok gabriel dengan mata setajam bilah pisau.
Namun tak dinyana, Gabriel malah menyunggingkan senyum -melelehkan- nya disana. Alvin geram. Ia menginjak pedal gas sekuat-kuatnya. Seraya tak memperdulikan sekelilingnya.
Gabriel menghela nafasnya -lagi-. Sepertinya hanya dengan satu langkah, Gabriel bisa merengkuh kesemua tujuannya. Dendam, hati, dan...
"gab!! Lo tuh!!!!!!!!! Kan udah gue bilang! Nanti ify gimana coba? Ha?" ceracau gadis itu tiba-tiba.
Gabriel tertawa pelan. "tadi dia sama supir. Gue liat dia dijalan. Makanya gue langsung nyamperin elo" katanya sembari tersenyum.
Shilla mendengus. "yaudah. Iyaiya gue sama lo"
"duile. Jutek amat sih nona Sindhunata ini. Senyum kek sama 'supirnya' hehe" supir? Tukang ojek sih iya!
Shilla menepuk pundak gabriel. Kesal. "hihhhhh jangan manggil gue kaya gitu! Kalo ga gue turun nih!"
Gabriel kali ini tertawa lepas. Lalu tiba-tiba mengegas cagiva gitamnya -yang kontan mengejutkan Shilla sehingga reflek, ia memeluk sosok di depannya-
*
Setelah menghilangnya jejak Gabriel, seseorang langsung 'menghadang' Shilla.
Dia lagi...
Ini terlalu monoton. Mengapa selalu ada dia ketika Gabriel meninggalkannya? Mengapa dunia tak pernah berpihak padanya?
"lo-ga-boleh-sama-dia" ucapnya sembari menarik tangan Shilla secara paksa.
Ini di gerbang depan. Tentu saja hampir seluruh siswa melihat aksi Cakka ini. "kakak pernah mikir ga sih? Efek yang kakak kasih ke mereka saat kakak ngegandeng tangan saya gini? Ck lepasin!!!!!" erangnya. Cakka tak menjawab. Ia hanya mengeratkan genggamannya pada tangan Shilla sehingga sekuat apapun Shilla menepisnya, itu akan sia-sia belaka.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 speeches:
Post a Comment