Suasana yang asing. Cakka menarik tangannya menuju tempat yang sangat asing ini. Saking asingnya, Shilla menjadi pusat perhatian bak seorang suku dayak yang datang ke suku bugis. Aneh.
"diem! Berenti berontak! Kalo ga mau, gue bisa aja kasar sama lo!" desisnya. Shilla takut. Sepasang mata elang Cakka membuat nyalinya ciut. Shilla menunduk dalam-dalam. Ini area terlarang -ia tahu dari Ify-. Kawasan kelas 11.
Kegemparan ini terasa lebih hebat. Karena kelas sebelas lah angkatan yang paling mengenal Cakka. Mereka tahu dengan pasti kosongnya 'tempat' di sebelah Cakka selama ini. Karena munculnya salah satu dari the MOST WANTED BOY itu dengan seorang gadis yang digandengnya erat-erat jelas menimbulkan kegemparan.
Begitu memasuki area 'terlarang', sebagian dari tatap-tatap terkesima dan mulut-mulut ternganga kemudian mengekor dibelakang keduanya. Lama-lama, pengikut mereka semakin banyak sehingga mereka berdua seperti pengantin yang sedang diiringi. Yang mengiringi bukan hanya dengan rasa penasarannya, tapi juga keinginna untuk melontarkan pertanyaan dan komentar.
"cewek lo, Cakk? Kenalin dong" teriak seseorang.
"itu siapa? Cewek lo, Cakk? Akhirnyaaa gue kira lo homo" seru yang lain melengking keras.
Sementara itu, di sebelah Cakka, Shilla masih belum tersadar. Bukankah ini mimpi? Riuhnya suara disekeliling mereka membuatnya tak mampu mencerna apa yang tengah terjadi. Dan lagi-lagi, Shilla menemukan sorot mata iri, benci, bahkan kemarahan. Tak seluruh siswa kelas sebelas tahu apa yang Cakka lakukan pada Shilla selama ini. Karena tragedi itu sebagian besar terjadi di area kelas 10. Dapat dipastikan, ia pasti akan mendapat masalah setelah ini.
Cakka melarikan gadis ini ke kelasnya. Yang juga kelas Alvin dan Ray. Ia 'mempersilahkan' gadis ini untuk duduk disebelahnya. Sesungguhnya bangku milik Alvin. Namun sang pemilik belum juga muncul.
Mr. Juno, guru bahasa inggris mereka masuk dengan dagu berkerut. Ruangan itu kelewat sempit untuk diisi -hampir- seluruh siswa kelas 11.
"ada apa ini?!" teriaknya sembari mengetuk-ngetuk white board dengan penghapusnya. "cepat kembali ke kelas masing-masing!! The bell has been ringing! Go out!"
Para 'pengiring' Cakka dan Shilla tadi kontan bubar. Namun Mr. Juno masih mendelik.
"kamu! Bukan dari kelas ini, kan?"
Shilla menunduk. "bukan, pak" jawabnya pelan. Ia juga menggeleng.
"kamu kelas berapa?!" tanyanya lagi.
Ah! Mengapa guru ini bertanya lagi? Bukannya menyuruhnya pergi dari sini. Shilla kemudian berfikir, buat apa nih guru? Suasana kelas kak Cakka tetep aja begini. Ga berguna.
"bapak nanya sama saya aja. Saya tau kok dia kelas berapa" kata Cakka cuek. Menawarkan diri. Namun Mr. Juno mengacuhkannya.
"kelas berapa kamu?" tanyanya lagi.
"sepuluh tiga, pak" jawab Shilla super pelan. Seperti berbisik.
"berapa?" tanyanya lagi sembari menyipitkan matanya.
"sepuluh tiga!" Cakka menjawab dengan suara lantang. "udah saya bilangin, tanya sama saya aja pak. Ni cewek suaranya alus banget"
"OOHHH SEPULUH TIGAAAAA!!!" seisi kelas berkoor nyaring.
"nama kamu?" tanya Mr. Juno lagi.
"Ashilla Zahrantiara, pak!" lagi-lagi Cakka yang menjawab.
Mr. Juno geram. Ia mengetuk-ngetuk meja dengan penghapus papan tulis tadi. "DIAM!!!"
"kenapa kamu di sini?"
"saya yang bawa, pak" ucap Cakka dengan gaya khasnya apabila melakukan pertentangan. Tenang, lugas, tandas.
Mr. Juno semakin kesal. Ia tak ingin membuang-buang jam pelajarannya. "back to your own class!! Go!" perintahnya. Dengan lega, Shilla berdiri. Menghela nafas sejenak, akhirnya bebas juga. Tapi tak disangka, Cakka mencengkram tangan gadis ini.
"Alvin belom dateng pak. Ga kasian tah sama saya? Masa yang lain pada punya pasangan saya engga? Kan ga adil! Lagi pula ini mendung, kayaknya bakalan hujan deras. Sendirian, dingin, terus ditengah pasangan yang lain. Yaampun pak! Sumpah, itu rasanya merana banget. Galau abis, pak"
"ya udah. Gue sama elo deh" ujar Ray menawarkan diri.
Cakka menoleh, lalu menggelengkan kepala. "sorry, kalo homo-homoan, gue setia sama Alvin, man!" ucap Cakka halus. Seisi kelas tertawa riuh.
Mr. Juno tak punya ide lagi, untungnya tiba-tiba Mrs. Nadine muncul di pintu kelas. Tadi Ify sempat melihat sahabatnya ini ditarik paksa, jadi ia melapor kepada wali kelasnya itu.
"Shilla! Kembali ke kelas!"
Shilla langsung berdiri dan bergegas keluar. Di luar dugaan, Cakka membiarkannya. Ia hanya tersenyum tipis kemudian berdecak sembari menggelengkan kepala.
"ck. Ibu jahat banget sih? Kayanya ga bisa banget kalo ngeliat saya bahagia dikiiiiitt aja?"
Cakka berdiri. Semenit kemudian, ia menghilang dari bangkunya.
"kemana dia?" tanya Mr. Juno tajam.
"ga tau paakk" koor kelas itu kompak.
*
Shilla sekarang 3 meter didepan Cakka. Setelah melihat Shilla beranjak tadi, Mrs. Nadine memang langsung meninggalkan kelas. Ini belum keluar dari 'area berbahaya' itu.
Cakka berjalan dengan santainya di belakang Shilla. 3 meter, 2 meter... Tiba-tiba Alvin muncul dihadapan Shilla -yang kontan menyentaknya-. Langkah keduanya terhenti sejenak.
Alvin melirik Shilla tajam. Dari bawah ke atas. Lalu menyipitkan matanya. Shilla hanya menunduk, lalu berlalu melewati kakaknya itu.
"mau kemana?" tanyanya datar. Shilla menoleh ke belakang. Ke arahnya. Ternyata pertanyaan tadi diperuntukkan untuk Cakka.
"ngejer cinta, bro" katanya.
Alvin langsung merangkul bahu Cakka, lalu mengajaknya ke kelasnya. "nanti aja ngejer cintanya. Sama gue aja ke kelas"
Cakka mengiyakan. Sempat mengernyit sebentar ketika melihat ujung kiri bibirnya berwarna kebiruan. "lo... Berantem? Kenapa? Wohoooooo Alvin berantem lagi!!!"
*
"yakin ga hari ini, Ze?"
"ga usah. Ga ada mood ngerjain dia, Ngel"
"pasti gara-gara kata si Shilla adeknya Alvin. Ck. Percaya lo? Kalo dia bohong gimana?"
"ck. Diem aja deh lo. Besok aja intinya"
*
Hari yang melelahkan tentunya bagi Shilla. Setelah peristiwa tadi pagi, dirinya dikerubungi teman-temannya yang memaksanya bercerita. Setelah itu Mrs. Nadine memanggilnya.
Dan sekarang, Ia dan Ify keluar kelas dengan senangnya. Hari ini pun, Ify tak mengikuti pelajaran secara full karena kegiatan Osisnya yang super padat. Shilla menghela nafas berulang kali.
"Fy, tekanan batin banget hari ini. Capeeeeekkk"
Ify tertawa kecil. "cabal yah cilla. Wahahaa"
Shilla merengut. Mendengus kesal.
"Fy, dicari Alvin. Lo juga, Shill. Ayo ikut gue" nada senioritasnya sangat kental.
Ray. Wajahnya tak seceria biasanya. Ify menangkap hal itu. Ditengah kebingungannya, Ray tiba-tiba menarik tangannya -dan Shilla- menuju ke tempat dimana Alvin berada.
"kenapa lagi kak? Saya mau dijemput, tau!" kata Shilla kepada orang yang sedang bermain basket disana. Kemejanya tak terkancing. Berkibar indah.
"lo! Kasih file banner dll kita ke Naya! Cepet! Flashdisknya di tas gue. Ambil sendiri"
Shilla melengos. Mengapa kakaknya begitu menyebalkan? Apa katanya? Banner? Kapan dia mengerjakannya?
Shilla menghela nafas. Ia hanya mengangguk lalu mencari-cari benda kecil itu di tas kakaknya.
Whoala! Benda kecil itu sudah berada di genggaman Shilla. Ray sempat bingung, kenapa ia menemukannya dalam waktu sesingkat itu? Bahkan dia pun akan menyerah apabila disuruh 'mencari benda' di tas sahabatnya itu. 'pasti ada yang ga beres'
"kak! Saya ke kak Naya dulu ya"
Alvin mengangguk. Masih sambil mendribble bolanya. Ia melirik Ray sejenak. Mengangkat kedua alisnya. Seakan mengusir makhluk satu itu.
.....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 speeches:
Post a Comment