Shilla mengerutkan dahinya. Mengapa kakaknya begitu terkejut? Ia berjalan mendekati kakaknya.
"kenapa kak?" tanyanya pelan.
Alvin menghela nafasnya. "ini" katanya singkat sembari menunjukkan artikel yang membuatnya diam terhenyak.
"hah!!!!" Shilla menggeleng tak percaya. Mengapa... Bisa ada... Artikel seperti ini?
Alvin menatap Shilla tajam. "itu beneran elo?"
"iya kak. Tapi... Bukan kaya gini! Ini bohong!!"
Alvin diam kembali. Ia menyipitkan matanya. 'Ini gosip!' ucapnya dalam hati. Ia tidak sebodoh itu sehingga mempercayai gosip ini. Ia tahu. Adiknya tak mungkin semudah itu jatuh pada Rio.
Alvin merubuhkan tubuhnya ke sofa ruang tamunya. Membungkuk lalu mengaitkan jemarinya satu sama lain. "jelasin semuanya yang terjadi kemaren!"
Shilla menatap kakaknya sejenak, lalu ikut merubuhkan dirinya di sofa sebelahnya. Ia menghela nafasnya lalu menceritakan satu per satu tanpa ada yang ditutupi. Sedikit debatan kecil mewarnai percakapan Shilla dan Alvin.
"dia ngasih lo cicin patrick? Pinter banget. Tau banget kalo lo luluh sama itu" cela Alvin saat Shilla menunjukkan benda pemberian Rio.
"hih! Gue emang nerima cincinnya. Tapi dianya ga gue maafin kok kak! Sumpah!"
Alvin mengangguk. "tapi ini harus dijelasin. Kalau ga gitu, mereka akan salah ngertiin, Shill. Boleh minta nomer Rio?"
Shilla mengerutkan dahinya. Lalu kemudian mengulurkan blackberrynya. "nih. Namanya 'Mario' cari aja. Gue mau prepare dulu" kata Shilla lalu berdiri dan membenahi rambutnya.
Alvin menatap punggung adiknya nanar. Seketika, ia fokuskan pandangannya pada blackberry adiknya ini. Dicarinya 'MARIO'.
"Shill, kenapa nelfon tumben?" suara terdengar dari speaker blackberry Shilla. Astaga. Alvin tak sengaja menekan tombol 'panggil' disana. Alvin hanya menggaruk-garuk belakang telinganya -yang tentunya tidak gatal-.
Sedangkan Rio? Jelas untaian senyum miring itu kini menghiasi wajahnya. Sesungguhnya ia masih belum mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya.
"gue Alvin"
2 kata itu menyentak Rio seketika. Jadi, itu bukan Shilla?
"eh, kak Alvin.. Ka..kakaknya Shilla ya?" tanyanya terbata-bata.
Alvin menghela nafas. Mengingat kejadian kemarin, ia berusaha meredam amarah yang bergemuruh di dadanya.
"gausah banyak nanya. Tar lo harus ke Superior High School. Tau kan? Kita jelasin disana!" ceracau Alvin.
Rio bingung. Ia memutar pandangannya sejenak. "jelasin apa kak?"
Jika itu bukan blackberry Shilla, mungkin Alvin sudah merubah nasib gadget itu menjadi seperti macbooknya tempo hari.
Alvin menggertakkan kedua rahangnya. "lo punya majalah teen and high kan? Baca artikel bisnisnya!"
Rio berlari sekejap. Ia mencari majalah yang disebutkan Alvin tadi di tumpukkan bacaan-bacaan di paviliun rumahnya yang berada di Jakarta.
Rio tersentak. "kak.... Ini..."
Alvin mengangkat ujung bibirnya sedikit. "haha. Hebat ya lo. Baru tau atau pura-pura baru tau?"
"nggak kak! Sumpah!! Oke. Nanti gue ke SHS. Sekolah kakak sama Shilla kan? Gue tau! Kapan gue kesananya?" Rio panik seketika.
"jam 2. Gue tunggu. Kalobisa panggil media yang terlibat" Alvin langsung mematikan sambungannya. Kebetulan Shilla juga akan berangkat sekolah.
"nanti jam 2 lo balik, ganti baju, jadi Ashilla Sindhunata. Jelas? Kita mau jelasin ke media masalah ini"
Shilla memicingkan matanya. "oke. Thanks ya kak"
Alvin tersenyum. "anytime. Nih bb lo. Bawa aja"
*
Shilla dan Ify turun dari kendaraan sejuta umat itu. Jarak antara halte dan SHS memang tidak terlalu jauh. Jadi, mereka mengorbankan kaki mereka untuk menjadi tumpuan saat berjalan menuju ke sekolah elite itu.
Ify yang super-bawel ini paling bisa mencari bahan untuk dibicarakan. Mulai dari mr. Dave yang terjatuh ketika mengajar tari, sampai kucing Zahra yang baru saja melahirkan. Tapi dari semuanya, Ify sama sekali tak menyinggung dengan artikel sam-pah itu. Entah ia tak tahu atau memang tak ingin bergosip seperti yang lainnya.
"astaga, Fy. Kucing mah ga ada yang lucu kali. Ih ngebayanginnya aja udah geli banget gue" ceplos Shilla ketika Ify menyinggung kelucuan-anak-kucing milik Zahra.
"ih!! Lucu ah!!" kata Ify bermimik lucu. Ia menggembungkan pipinya sembari memajukan bibirnya beberapa mili.
"Ikut gue!!" ucap pemuda itu tiba-tiba. Pemuda itu, mendapat piring cantik kini. Ia -lagi-lagi- menyapa Shilla dalam ke-tiba-tiba-annya.
"kakak lepas!! Kalo saya sama kakak, Ify sama siapa?" katanya sembari menghindari kakak kelasnya ini.
"eee kak Cakka, emm Shill, gapapa deh. Gue sendiri aja ke kelasnya"
Shilla menatap Ify super-bingung. Matanya seraya berkata lo-jahat-abis-Fy. Ify hanya meringis. Lalu mengibaskan tangannya. Shilla kesal. Ini Ify kenapa sih?
Cakka menggenggam tangannya erat. Lalu menariknya paksa.
"kita mau kemana sih, kak?!" tanya Shilla kemudian. Ia masih menolak genggaman tangan Cakka dengan menggoyangkan tangannya sendiri. Kaitan telapak tangan Cakka kelewat kuat untuk Shilla tolak.
"kantin"
*
Ify menendang-nendang batu seperti orang linglung. Ia tertawa kecil kemudian. Mengapa tadi ia mengizinkan Shilla 'dibawa paksa' oleh Cakka?
"hey, kaya orang gila lo tawa-tawa sendiri, Fy" Seseorang tiba-tiba berbicara dari belakang. Ify langsung menoleh memastikan siapa yang berbicara barusan.
"kak Ray? Ngapain? Mobil lo mana? Kok jalan? Ngatain gue gila lagi? Huh" Ucap Ify yang berisi tentang berjuta pertanyaan untuk Ray. Oke. Bukan berjuta. Hanya beberapa.
Ray mempercepat langkahnya. Berusaha berada di sebelah gadis itu. "mobil gue udah di parkir. Gue barusan nganterin Cakka. Eh gataunya dia malah ngabur gitu aja sama temen lo. Haha abisnya lo kaya orang frustasi gitu nendangin batu tanpa tujuan" Ray memasukkan tangannya ke saku celananya.
Ify hanya mengangguk. Lalu tak bertanya lagi pada pujaannya ini. Ia tak ingin pujaannya mendengar debar jantungnya karena posisi mereka yang tak terlalu jauh.
Bahkan hanya berdekatan pun Ify tak mampu menetralisirkan jantungnya ini. Ia mendadak salah tingkah sehingga menimbulkan kecurigaan Ray sendiri.
"Fy, mau bantuin gue lagi ga?" kata Ray sembari menggaruk-garuk kepalanya.
Ify mengerutkan dahinya lalu menoleh ke arah samping kirinya dimana Ray berada. "apa kak?"
"kalo ada gelagat aneh Shilla tentang Alvin, langsung kasihtau gue ya, Fy" katanya sambil menendang-nendang batu -seperti Ify tadi-.
"emm. Iya deh kak. Emang kenapa sih kok kayanya gimanaa gitu" tanya Ify kemudian.
"gue cerita. Tapi lo jangan kasihtau siapa-siapa ya, Fy"
Ify mengangguk pasti.
"gue ga mau Alvin sama Cakka suka sama cewek yang sama untuk yang kedua kalinya"
Ify mengerutkan dahinya. "Sivia, dan sekarang Shilla. Alvin emang ga bilang sih kalo dia suka sama Shilla. Tapi bahasa tubuhnya bilang ke gue kalo dia juga suka sama Shilla. Apalagi Shillanya juga kayanya gimanaa gitu sama Alvin" lanjut Ray.
Ify kembali mengangguk. Ternyata kisahnya seperti itu. "elo ga suka sama dia?"
Ray terbahak tiba-tiba. "engga lah, Fy!! Ngaco deh!! Yaudah gue duluan ya"
Ify mengangguk. Lalu membiarkan Ray berjalan mendahuluinya.
'Ternyata ceritanya seperti itu' desis Ify pelan. Tapi ia sama sekali tak percaya apabila Alvin menyukai sahabatnya itu. Entah kenapa.
*
"elo mau nemenin dia makan tapi ga mau nemenin gue, gitu?"
Shilla tidak menjawab kata-kata Cakka barusan. Ia hanya menatap kakak kelasnya itu sesinis-sinisnya.
"oke. Duduk situ. Mau makan apa?" katanya lagi.
Shilla kesal setengah mati sekarang. Bukannya ia sudah menolak ajakan kakak kelasnya ini tadi? Ia hanya memajukan bibirnya lalu menatap Cakka dengan tatapan-tak-percayanya.
"kenapa? Bingung ya? Gue mau yakiniku. Lo samain aja deh"
Cakka beranjak dari tempat duduknya itu lalu pergi memesan makanannya.
Shilla menolehkan kepalanya. Tak dinyana hampir selurus siswa yang berada disana menonton 'drama' yang Cakka dan Shilla persembahkan barusan. Marah, Cemburu, Bingung, bermacam- macam tatapan menghantui gadis itu kini.
Gadis itu mencoba untuk tak memperdulikan semuanya. Namun tetap saja ia tak bisa.
"nih. Makan" kata Cakka kemudian sembari meletakkan sepiring yakiniku di hadapannya. Shilla mendadak kenyang. Dengan berbagai paksaan dari Cakka, akhirnya Shilla pun memakannya -walaupun mau-tak-mau-.
Cakka tersenyum puas. 'elo cuma ditemenin, Yel. Gue sekarang makan sama dia. MAKAN SAMA DIA. Gue yakin lo ga pernah' batinnya bangga.
*
Shilla menyipitkan matanya. Hampir seluruh teman-teman dikelasnya membicarakan hal yang sama. Setelah menerima pemaksaan tadi, Shilla langsung berlari menuju kelasnya. Tak peduli dengan tatapan-tatapan yang diterimanya.
"adeknya kak Alvin nih? Si Ashilla Sindhunatanya? Cantik banget ya. Terus si Mario Halingnya juga cakep. Weee cocok deh" kata seseorang sembari menunjuk sebuah artikel berfotokan Shilla dan Rio dalam posisi super-romantis itu.
"Fy, mereka ngomongin apa sih?"
Ify mengangkat kepalanya sejenak. "itu. Ada gosip. Ashilla Sindhunata sama Mario Haling, Shill. Lo tau siapa mereka?"
"yeh. Ngejek gue ceritanya? Enggak lah, Fy. Emang siapa?"
Ify meringis. "itu adeknya kak Alvin. Dia sama Mario Haling ditemukan lagi berdua gitu. Yah namanya paparazzi ya, mereka ga mau rugi. Jadi ya di capture gitu. Eh jadi gosip deh. Eh gatau deng. Ckck kaya artis gitu ya, Shill"
Shilla merinding tiba-tiba. Secepat itukah gosip ini menyebar? "Mario Haling itu siapa?" tanyanya pura-pura. Berusaha menutupi kegugupannya saat ini.
"sebangsa sama kak Alvin gitu deh kayanya, Shill. Gue juga gatau"
Shilla hanya mengangguk -sok mengerti- lalu kembali mendengarkan teman-temannya yang membicarakannya tadi.
"iya. Disitu ditulis 'Mario blocked Ashilla's way. He gave something like a ring for her' gilagila. Kalo gue jadi Ashilla, udah gatau deh. Mati mendadak kali gue" ucap Zahra kemudian yang membuat Shilla tertawa kecil.
"ih Ashilla enak banget sih! Udah kakaknya ganteng, yang ngedeketin dia ganteng, wooo mau deh jadi dia" kata yang lain.
Anak cowok pun tak mau ketinggalan. "Mario pasti seneng banget deh bisa deket sama Ashilla. Secara gitu. Cantik banget. Tajir. Ah! Kenapa Ashilla kenalnya ga sama gue aja yaa hahaha" kata Obiet tiba-tiba.
Kontan, anak-anak menjitaki kepala Obiet. "yeee siapa elo"
Shilla masih tertawa kecil mendengarnya. 'kok lebay amat sih. Hey, i'm Ashilla Sindhunata. Haha' fikirnya dalam hati.
*
'drrrtt drrrtt'
'shill, lo balik gih cepet. Gue tunggu di aula ya'
Shilla langsung menarik Ify. Bel telah berbunyi 5 menit yang lalu. Jadi, ia mengajak sahabatnya langsung pulang. Ify sempat mengerutkan dahinya. Namun alasan 'bantuin nyokap buat kue', Ify tak bertanya-tanya lagi.
"heh! Tadi lo sama Cakka ngapain? Ck! Cari mati banget sih!" kata Oik yang tiba-tiba menghadang.
Shilla mendengus kesal. "hell. Besok deh kalo mau adu mulut. Gue buru-buru. Mau pulang" Shilla berlalu tanpa mengindahkan ucapan Oik tadi.
Kekesalan Oik kini tak dapat terbendung lagi. Rencana sadis itu, mungkin harus dikerjakan.
*
Vios Rio terparkir indah dihalaman Superior High School. Gayanya begitu casual dipandang. Ia melangkahkan kakinya ke tempat yang diberitahu Alvin tadi.
Sebelumnya, memang ada desas desus bahwa akan diadakannya semacam konverensi pers di tempat ini. Jadi sebagian siswa memutuskan untuk tinggal lebih lama untuk melihat bagaimana si Ashilla dan Mario yang sesungguhnya.
Hampir seluruh siswa perempuan terpana melihat ke-kesempurnaan-nya Rio. Siluetnya begitu sempurna untuk dipandang. Goresan-goresan di wajahnya benar-benar tertata manis sehingga membuat orang tak bosan memandangnya. Rio berjalan dengan cueknya di lorong itu sehingga kesan cool terasa kental disana.
Tak jarang desisan yang membuat Rio melayang didengarnya. Ia hanya tersenyum miring yang membuatnya lebih sempurna lagi.
Alvin menatap sosok yang baru saja masuk ke aula itu. Ya. Rio. Ia melangkah mendekati Alvin kemudian duduk disebelahnya.
"yeah. Saya, Mario Stevano Aditya Haling sudah hadir di sini. Saya tegaskan sekali lagi. Saya ga mempunyai hubungan khusus apapun dengan Ashilla" katanya sembari menatap tegas media-media itu.
Alvin pun tersenyum. "got it?"
Salah seorang media angkat bicara kemudian. "kalau begitu, apa hubungan Mario Haling dan Ashilla Sindhunata? Lalu Alvin, mengapa kamu mempersiapkan semua ini? Mengumpulkan media, lalu menjelaskan semuanya? Pasti ada apa-apa"
Alvin berdiri. "gosip itu membuat adik saya ga tenang. Dia dihujam pertanyaan-pertanyaan yang ga mengenakkan. Baik di dunia nyata maupun maya. Itu kesannya neror adik saya. Neror adik saya sama aja kaya neror saya" katanya lalu meninggalkan Rio dan para media di aula. "sebentar. Gue mau nyari Shilla" ucapnya pelan yang dibalas anggukkan Rio.
*
Shilla memarkirkan jazz ungunya disebelah vios Rio. Ia tersenyum tipis, lalu keluar dari mobilnya ini.
Dress ungu dipadukan cardigan ungu tua serta sepatu converse yang menghias kakinya membuatnya kelewat cantik saat ini. Terlebih lagi rambutnya di blow sedikit dan wajahnya dipoles make up tipis. 'semoga ga ada yang ngenalin gue' ucapnya dalam hati.
Ia langsung melangkah ke aula sekolahnya. Lagi-lagi, siswa SHS terpana melihat aura dan kecantikan yang terpancarkan. Desisan itu terdengar kembali. 'ih!! Ashilla lebih cantik daripada yang difoto!'. Shilla tertawa kecil sejenak.
"Shill! Buru! Udah ditunggu! Lo lama banget sih" kata Alvin sembari menarik tangan Shilla tiba-tiba. Seluruh 'penonton' terkejut dengan adegan ini.
Shilla mendengus. "sabar kenapa? Kakak nih maksa mulu kerjaannya. Mending ya gue mau kesini. Jauh-jauh dari bandung malah dipaksa gini. Ck"
Alvin tersenyum sejenak lalu berbisik. "buset. Acting lo gila banget sumpah. Meyakinkan abis"
*
"cincin ini cuma bercanda aja sebenernya. Tadinya saya cuma bercanda minta cincin patrick kaya gini. Tapi ternyata dikasih sama Rio. Saya juga kaget. Tapi saya inget tiba-tiba. Jadi jangan negative thinking dulu deh" jelas Shilla.
"saya sama dia cuma temen. Ga lebih" Rio menegaskan kembali.
Alvin tiba-tiba menutup acara ini. "oke cukup. Saya rasa kalian bisa nangkep apa yang terjadi sebenernya. Makasih atas waktunya. Selamat sore"
Alvin, Rio, dan Shilla sama-sama menghela nafasnya. Lega. Media-media pergi satu per satu.
"udah maafin gue?" bisik Rio tiba-tiba.
Shilla mengerjap. "belom"
"berarti mau dong. Elo kan jawabnya belom" kata Rio lagi. Senyuman itu menghiasi wajah pemuda itu lagi. Shilla melengos super kesal. Meratapi betapa ajaibnya cowok didepannya ini.
Alvin berdehem keras. "lo pulang, Shill. Lo, Yo. Tunggu gue di depan" katanya lalu meninggalkan Rio dan Shilla di Aula besar ini.
Shilla pun mengikuti kakaknya untuk beranjak dari aula ini. Ia tak tahu apa yang terjadi apabila ia tetap satu ruang bersama cowok-ajaib itu. Mungkin ia akan meledak menahan emosinya.
*
Cakka menyipitkan matanya. Ray pun begitu ketika Alvin menghampiri mereka.
"serasa artis lo, bro! Pake jumpa pers segala hahahhaahhaa" celoteh Ray sembari menepuk pundak Alvin.
"adek lo cantik abiezzzz. Gue ambil ya, Vin" kata Ray lagi.
Alvin melotot -walau tidak bisa-. "enak aja main ambil!!"
"kak, gue duluan" kata Shilla singkat saat melewati Alvin, lalu ia berjalan lagi.
Tak dinyana, Cakka menarik tangan Shilla. Itu membuat empunya dan Alvin terbelalak seketika.
"maaf, kenapa?" tanyanya sopan -sebisa mungkin tak tertebak-.
Cakka terdiam. Menatap mata Shilla lekat-lekat. 'ini bukan Shilla' desisnya dalam hati. Ia melepaskan cengkramannya ini.
"yaudah. Permisi, kakak-kakak"
Alvin menoleh ke arah Cakka setelah sosok adiknya tak terlihat lagi. Ia menatapnya lekat-lekat. "awas lo deket-deket sama adek gue!"
Cakka hanya meringis mendengarnya.
*
Cagivanya merapat ke pintu gerbang SHS. Sesungguhnya ia hanya memastikan. Ia tahu gosip itu. Ia tahu pasti Ashilla Sindhunata dan Mario Haling melalui foto yang terpampang di majalah itu. Math Competition saat itu, PH mengirimkan kedua orang itu untuk menjadi andalan disana. Dengan kata lain, ia tahu Ashilla Sindhunata dan Shilla yang dikenalnya adalah orang yang sama.
Ia tahu mereka akan mengadakan 'jumpa pers' dari sepupunya. Sejauh ini, Gabriel belum memberitahukan hal ini kepada siapapun termasuk sepupunya itu. Ia ingin memastikan terlebih dahulu.
Ia memandang jazz ungu itu dari jauh. Tak lama kemudian, sang pemiliknya datang. Gabriel menatap siluet itu dari kejauhan.
Ia mengenal wajah itu. Wajah yang hampir sama dengan yang dilihatnya setahun yang lalu. Hanya saja, wajah itu lebih cantik dan dewasa sekarang. Saat pertama bertemu Shilla di SHS, Gabriel tak begitu mengenal gadis cantik ini karena wajahnya berbeda -entah disengaja atau tidak-. Terlebih lagi tak ada ada behel warna-warni yang menghiasi giginya.
Gabriel memicingkan matanya. 'Iya! Dia Shilla!!' ucapnya sembari angguknya -tiba-tiba- yakin setelah melihat kalung yang digunakan gadis itu. Kalung yang sama.
.....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 speeches:
Post a Comment